Potret Pendidikan Nasional (Bagian 3 - selesai)
Semakin mahalnya biaya pendidikan tinggi di dalam negeri dibantah oleh Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas Muchlas Samani. Dibandingkan biaya kuliah di negara-negara lain, biaya pendidikan di dalam negeri masih jauh lebih murah. Menurut dia, kuliah di luar negeri bisa 10 kali lebih mahal dibandingkan di dalam negeri.
Padahal, kuliah di Universitas Indonesia atau Institut Teknologi Bandung tidak lebih jelek dibandingkan di luar negeri seperti Malaysia. "Jadi tidak betul kuliah di dalam negeri lebih mahal dibandingkan di luar negeri," bantahnya.
Berdasarkan amanah undang-undang, maksimal biaya operasional pendidikan yang dibebankan kepada mahasiswa maksimal sepertiga atau 30%. Berarti, perguruan tinggi negeri (PTN) yang membebankan lebih dari sepertiga akan diberi sanksi, bisa dalam bentuk evaluasi kebijakan atau pergantian rektorat.
PTN adalah badan hukum pendidikan (BHP), sehingga negara memiliki kewenangan untuk mengawasi kinerja lembaga penyelenggara pendidikan. Selain itu pengawasan juga dilakukan oleh majelis wali amanah, yang anggotanya terdiri atas wakil dosen, orang tua, alumni, dan mahasiswa. Dengan demikian PTN dituntut untuk lebih transparan dalam mengelola keuangannya.
Jika terjadi pelanggaran, maka majelis wali amanah yang akan berperan untuk menuntut perguruan tinggi bersangkutan untuk bertanggung jawab. "Memang, untuk baik itu perlu biaya, namun yang mahal tidak selalu bagus. Artinya kita harus jeli. Setiap perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan harga. Namun, mereka harus menyediakan 20% kuota untuk beasiswa bagi orang tidak mampu," ujarnya.
Menurut Muchlis, tidak semua masyarakat harus sampai belajar ke perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia. Sebab, lulusan SMU yang kurang mampu lebih dari 20%. Ironinya kuota 20% beasiswa tersebut masih belum mampu dipenuhi oleh perguruan tinggi. Hal itu terjadi karena banyak hal, di antaranya mahasiswa miskin tidak mampu memenuhi kualifikasi persyaratan beasiswa berupa nilai akademik yang tinggi.
Padahal, dengan segala keterbatasan yang dimiliki, sulit bagi anak miskin untuk melampaui kecerdasan anak dari kalangan masyarakat berada. Hambatan lainnya, angka putus sekolah di masyarakat miskin sangat tinggi, sehingga kuota 20% beasiswa di pendidikan tinggi belum terpenuhi.
"Dengan pola biaya operasional sekolah (BOS) SD sampai SMP, kita akan push sampai tingkat SMA. Untuk sekarang kita dorong, kalau memang mereka bagus, silakan masuk ke SMA, dibiayai, bahkan sampai uang transpor ke sekolah dan langsung beasiswa," papar Muchlis seusai acara predeparture breafing di Erasmus Huis, Jakarta awal tahun kemarin.
***
sumber: news.okezone.com
0 comments:
Posting Komentar