Minggu, 23 Desember 2007

Untuk menutup akhir tahun 2007,
Alumni SMAN Tumpang Korwil Cyber
akan mengadakan hajatan "Rujak Party" pada :

Hari : Minggu
Tanggal : 30 Desember 2007
Jam : 10.00 s/d 14.00 Wib
Tempat : Sekitar Tumpang (tepatnya akan diumumkan menyusul)

Kepada segenap alumni diharap untuk bisa hadir di acara tersebut.

Untuk Pendaftaran, hubungi :
YUSTA - 0812 3329 590
DIAH - 0852 3497 2010

Semua free of charge !


salam,
"ACI Event Organizer"


Kamis, 09 Agustus 2007

Saking jarangnya ada kesempatan untuk pulang kampung, dalam kurun waktu 20 tahun terakhir aku seperti kehilangan informasi tentang daerah yang (dahulu) begitu akrab dengan kehidupan keseharianku. Minimal, kayak apa sih “perubahan” yang ada di sepanjang perjalanan ke arah Tumpang, itu yang menjadi obsesiku setiap akan pulang kampung di Pakis.

Nah, akhir bulan Juni 2007 kemarin niat itu kesampaian. Di akhir liburanku (lebih tepatnya : selama 4 hari menghadiri hajatan di rumah Mbak-ku yang di Pakis) aku sempatkan menikmati perjalanan dari Pakis – Tumpang (PP). Tidak naik mobil ataupun mikrolet, tetapi cukup dengan sepeda motor, biar pandangan ke kiri dan kanan jalan bisa lebih leluasa. Dan waktunya pun, mengambil tengah hari, sekitar pukul 11.00 s/d 12.30 wib.

Berangkat dari sekitar Kecamatan Pakis – ke arah timur – suasana sudah mulai nampak berubah (Ingat ! yang jadi panduan adalah suasana 15 – 20 tahun silam, lho). Mulai dari Polsek Pakis sampai pertigaan arah Jabung 90% sudah berubah total. Di kiri jalan sudah berderet ruko (dulunya taman, lapangan volley dan terminal dokar).

Terus, di kanan jalan sudah tidak nampak rumah rumah mungil warga di sekitar stasiun, yang ada (sebagai gantinya) adalah deretan toko dan minimart, bahkan Indomart berdekatan dengan Alfamart di depan pasar Pakis. Sampai di jembatan Sungai nJilu dan Randu Alas (Pakis Kembar), aku sengaja tidak begitu menghiraukan sekitar, karena akan lebih nikmat kalau cerita perjalanan dimulai dari Tumpang.

Tak sampai 30 menit aku sudah sampai Bank BCA (depan Gedung Bioskop). Barangkali Bank BCA menjadi “simbol” perubahan pertama yang ada di Tumpang. Tapi sayangnya, begitu menyusuri ke arah utara (Pakis), tidak nampak perubahan apapun. Pasar Tumpang tetap seperti 20 tahun silam, termasuk juga beberapa mikrolet TA yang ngetem di bawah pohon ringin. Trus deretan toko juga masih sama seperti dulu, Cuma penjaganya saja berbeda (mungkin yang duluuuu… itu, sudah pada tua kali ya ? Sekarang digantikan oleh anak, menantu, atau cucunya, hehehe…). Yang benar-benar hilang (karena tidak nampak satupun), yaitu dokar yang dulu masih berseliweran di seputar jalan raya Tumpang.

Depan Gang V sampai Gang I juga masih tetap seperti dulu (ihiks.. jadi inget Gang III, aku pernah kost 2 tahun disana soalnya…), Masjid Tumpang, Kantor Dinas Kehutanan (makin gersang…), daerah Kauman, Kantor Kecamatan, praktis tetap sama. Koq bisa ya ? Nah.., sampai di depan pegadaian (dahulu ada toko sepatu) trus deretan warung dan penggilingan padi (rumahnya) Taufiq, sekarang berubah total, jadi ruko dan Bank BRI yang lumayan besar, karena ATM-nya saja ada 2. Kalau Kantor Polisinya, ya tetap saja. Termasuk juga stadion Tumpang yang makin merana. Sampai depan Jl. Kamboja (gang masuk SMAN Tumpang) nggak ada perubahan, demikian juga seberang jalan yang menuju Sumber Ringin yang nampak ya itu-itu juga. Barangkali yang cukup menonjol adalah berdirinya SPBU yang ada di Malangsuko (ex rumah Kepala Desa), sebelah kiri jalan. Dan praktis sampai nJeru, suasana masih tetap seperti 15 tahun silam. Luar biasa !!!

Nah, baru ada perubahan lagi ya setelah jembatan pasar Jeru (itu lho, kalo belok kiri ada jalan turunan ke Precet). Beberapa deretan ruko berjejer rapi di sebelah kanan jalan, dan beberapa bangunan permanen maupun kios-kios buah cukup meramaikan sepanjang jalur ini, sampai pertigaan ke arah Ngluring (Luring ? kalau ambil/belok kanan). Setelah itu, sepanjang jalan desa Sukoanyar, sampai pertigaan nDumplul, blas relatif sama dengan beberapa tahun silam. Heran juga, kenapa bisa begitu statis kehidupan dan dinamika masyarakat daerah ini ya ?

Trus.., apakah ada perubahan di nDumpul (dan seterusnya) ? tunggu tulisan lanjutan di Bagian 2 !

Rabu, 04 Juli 2007

Kesempatan langka, bertemu langsung Bapak Kepala Sekolah
***

“Pihak sekolah tentu menyambut dengan senang hati dan mendukung,
jika benar para alumni masih mempunyai kepedulian pada perkembangan sekolah.
Mudah-mudahan ini bisa dilakukan oleh alumni di daerah lainnya.
Terus terang saya baru tau kalau alumni yang ada di
Jakarta lebih dari 150 orang.”

Ya.., itulah kalimat yang terekam dengan baik di kepala kami, yang diucapkan oleh Bapak Drs. Sugeng Hadiono, M.Pd. -- Kepala sekolah SMA Negeri 1 Tumpang -- saat kami (pengelola website & blog alumni SMAN Tumpang, red.) menyempatkan diri sowan pada almamater tercinta. Kami tak menangkap kesan formalitas dan basa-basi dari apa yang diucapkan Pak Kepsek (yang didampingin Pak Imam Gozali, WKS Urusan Kesiswaan), sebab yang kami perbincangkan adalah “laporan” perkembangan alumni secara umum (terutama yang aktif di dunia maya), maupun terbentuknya komunitas alumni SMAN Tumpang yang ada di ibukota Jakarta sendiri.

Perbincangan sekitar 15 menit, memang terasa tak cukup untuk melaporkan segala perkembangan yang ada pada alumni dalam skala tertentu. Tetapi, bahwa kami berupaya untuk tetap ada “ikatan” dengan almamater -- entah dengan pihak sekolah, maupun dengan adik-adik di OSIS -- itu tentu harus dinyatakan dengan bentuk konkrit, tanpa harus “berlindung” pada alasan kesibukan keseharian yang tidak lagi menyisakan waktu untuk hal semacam ini.

Tak terasa, perbincangan itu ternyata telah berlalu hampir 3 bulan. Tak ada niatan kami untuk mengabaikan semua hasil “kunjungan” tempo hari. Tetapi -- tanpa bermaksud mencari alasan (lagi) -- ibarat pepatah : tentulah tak akan mungkin sebuah bukit bisa dipindahkan hanya dengan kekuatan satu dua orang saja. Tak akan mungkin seekor induk gajah diangkat oleh seorang pengasuhnya semata. Dan ibarat “bukit” dan “gajah” tersebut, mana mungkin mensinergikan "sekolah-siswa–alumni" dalam sebuah kekuatan yang berdayaguna, jika hanya dilakukan oleh sekelompok alumni semata & (celakanya) justeru disaksikan oleh sekelompok alumni lainnya ?

Ah.., mungkin “mimpi” untuk membuat SMA Negeri 1 Tumpang lebih bisa dikenal dengan segala aktivitas dan prestasi oleh masyarakat luas, masih harus berkepanjangan. Tetapi, apakah hiya diantara kita (ribuan alumni) yang sudah di-entas-kan oleh almamater Jl. Kamboja 10 Malangsuko, tidak ada yang ingin BANGUN dan menyingsingkan lengan untuk kebaikan seluruh komponen yang ada di sekolah yang pernah kita banggakan ini ?

Rabu, 30 Mei 2007

Mengenang awal-awal gedung (baru) SMA Negeri Tumpang – yang berlokasi di seputaran Kebun Tebu Malangsuko, saat itu – baru dihuni, tentu banyak “nostalgia” yang bikin kita senyum-senyum sendiri, kalau dibandingkan dengan kondisi jaman sekarang. Setidaknya, di awal tahun 80-an yang paling mencolok di kalangan siswa (baca : antar jurusan) adalah berlomba-lomba membikin kaos kelas, disusul membuat slogan untuk identitas kelas, dan (ini bisa jadi disebabkan karena sekolah yang masih gersang) lomba bikin taman dan patung !

Mungkin, untuk saat sekarang bikin kaos kelas adalah hal lumrah (dan sedikit katrok ?), karena ingin menunjukkan ke-identitas-annya semata. Tapi di tahun 80-an kaos kelas lebih menjadi simbol perekat dan solidaritas teman sekelas (dan se-jurusan). Simbol dan logo juga bisa menunjukkan jatidiri kelas itu sendiri, misalnya untuk jurusan sosial (IPS, yang kemudian diganti A3) menamai kelompoknya dengan : GENESIS (Generasi Sosial Siji), GENSOS (Generasi Sosial) atau juga GANAS (Generasi Anak Sosial). Lucunya, gambar kaos hampir keseluruhan jurusan justeru mengambil gambar silhuet warna hitam dari tokoh-tokoh seperti Bob Marley, Iwan Fals, Robert De Niro, Jaka Sembung sampai Charles Bronson ! Belum lagi masalah warna, mulai dari yang putih polos, hijau tua, biru mudah, sampai hijau pupus (hehehe… seluruh kelas koq ya setuju memakainya, ya ?).

Nah.., untuk memacu semangat belajar di kelas, ternyata tak hanya gambar pahlawan nasional ataupun peta Indonesia saja yang “wajib” dipasang, tetapi tiap kelas disarankan untuk membuat slogan “penyemangat”. Maka tulisan (yang ditempel di dinding belakang atau samping atas di dalam kelas) seperti : Ambeg Parama Artha, Jer Basuki Mawa Bea ataupun Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe bertebaran di tiap kelas. Dan – ini yang jadi pemicu ger-geran di dalam kelas – seringnya guru-guru mengomentari slogan itu dengan nyeleneh, bahkan ada yang dengan serius menyoroti dari segi mistis segala.

Yang terakhir, tentu saja lomba membuat taman dan patung. Waduuuh… ini perlu tenaga dan dana lumayan, untuk beli kembang dan rumput, bambu untuk pagar, semen dan besi rangka untuk patung, dan minuman dingin untuk yang kerja. Bagi yang kreatif, untuk ngirit bisa saja nyolong kembang dan rumput di sepanjang jalan ataupun sekitar kawedanan (hehehe… ini lokasi sasaran empuk nampaknya !). Yang pasrah, ya urunan dan bawa dari rumah. Hasilnya, setidaknya ada tiga patung yang fenomenal, pertama : Patung Budha karya I-5 (spesifik : Syamsu Muhajir, kakaknya Adhim Musyafak), Patung Kermit karya IPS-2 (Cak Hery mesem-mesem iki..), terus Patung Abstrak Baca Buku karya A4 (Bahasa) yang terletak di depan Laboratorium IPA.

Apapun itu, aktivitas diatas diakui atau tidak juga ikut serta memberi warna perjalanan panjang SMA Negeri Tumpang, almamater kita tercinta. Ciri khas generasi berikutnya ? Cobalah anda untuk menuliskannya.., tentu dengan versi dan sudut pandang yang berbeda. Menarik bukan ?

Selasa, 29 Mei 2007

Kumpul dengan Pengurus OSIS, duuuuh.... jadi ingat saat SMA dulu !
***

Lama tidak buka blog alumni, ternyata sebuah “kesalahpahaman” muncul dari kolom Kotak Saran. Sebenarnya (nampak) sepele, yaitu salah seorang siswa SMAN Tumpang (Hermawan, red) memberikan pelurusan nama Ketua OSIS SMAN Tumpang saat ini : Agung. Tetapi, dalam kalimat berikutnya Hermawan menulis sebuah kalimat pendek – yang tentu akan membuat sakit hati yang dituju – yang bunyinya : Buat lutfi, jangan menfitnah diri sendiri.

Waduuuh…, ini benar-benar salah paham ! Yang menulis Lutfi sebagai Ketua OSIS SMAN Tumpang (dalam tulisan yang berjudul : Selamat Ulang Tahun, SMA-ku !) adalah pengelola blog, karena dalam email yang dikirim ke redaksi www.smantumpang.com Lutfi memang berbicara sebagai Pengurus OSIS periode saat ini. Dan celakanya, ini diinterpretasikan oleh kami-kami (penulis di blog, red) bahwa Lutfi ini adalah Ketua OSIS yang pernah bertemu dengan pengelola blog beberapa waktu silam.

Kesimpulannya, Lutfi nggak salah. Karena memang Lutfi tidak pernah “mengaku-aku” sebagai Ketua OSIS. Justeru tulisan di blog inilah yang salah, karena menulis Lutfi sebagai Ketua OSIS. Dan sebagaimana layaknya, pengelola blog Alumni SMAN Tumpang memohon maaf yang sebesar-besarnya terutama kepada Pengurus OSIS dan segenap Pembina-nya, yang mungkin kurang enak dengan kejadian ini. Intinya, tidak ada maksud apapun dibalik kekhilafan ini.

Untuk Lutfi, maju terus pantang mundur. Kiriman artikel dan berita-berita “panas” dari SMAN Tumpang tetap kami tunggu. Untuk Hermawan, terima kasih atas ralatnya. Ini membuktikan, bahwa BLOG ini telah menampakkan (salah satu) fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi tidak hanya sesama alumni, tetapi juga bagi adik-adik yang masih aktif belajar di SMA Negeri Tumpang. Salam !

Rabu, 14 Maret 2007


Ada 2 kutipan teks yang hari ini patut diketengahkan pada keluarga besar SMAN Tumpang – alumni, siswa dan segenap guru dan staf – untuk mengingatkan kembali, bahwa sebuah “kebahagiaan” patut dinikmati dan disyukuri bersama-sama.

Teks pertama dari Buku Album Kenangan Tamatan SMA Negeri Tumpang Tahun 2006, halaman 3 :
“……. Atas perjuangan anggota DPRD Kabupaten malang Komisi B yang terdiri atas 3 (tiga) tokoh antara lain : Drs. Setiadji, Drs. Kusnadi dan Drs. Sudarno (mantan Dandis Kepolisian Tumpang) memperjuangkan SMA Tumpang untuk dinegerikan, akhirnya perjuangan beliau berhasil dengan turunnya Surat Keputusan penegerian pada April 1978, sehingga sejak saat itu pulalah status SMA Tumpang dari swasta menjadi negeri berubah nama dengan SMA NEGERI TUMPANG…..”

Teks kedua, berupa petikan email yang dikirim Lutfi Firmansyah – Ketua OSIS SMAN Tumpang periode 2007/2008 – pagi tadi :
“Ultah SMA kita memang sudah menjadi kebiasaan yang harus ada pada setiap tahun. Disini kami pengurus OSIS telah sibuk untuk mempersiapkan banyak acara yang sudah menjadi ciri khas SMA kita tercinta, yaitu Lomba Mata Pelajaran yang diikuti oleh SMP se Kawedanan Tumpang dan SMA se Malang Raya. Jadi yaaa… acaranya bisa dibilang mueriahhh.... Ditambah lagi kita turut mengundang band TANI MAJU, yang sudah diakui bahwa saat ini menjadi icon atau artis top di Malang ….”

Dari 2 petikan teks diatas, dapat disimpulkan antara kejadian 29 tahun silam dan yang terjadi hari ini, sama-sama mempunyai makna BERSYUKUR. Kalau dulu bersyukur karena sekolah kita mendapat status Negeri, sekarang bersyukur bahwa sejarah tersebut tidak akan pernah dilupakan oleh generasi (aktif) sekarang, diantaranya dengan menggelar berbagai aktifitas.

Dan hari ini – Rabu, 14 Maret 2007 – sebuah puncak peringatan Ulang Tahun ke-29 SMA Negeri Tumpang tersebut sedang dirayakan di Aula sekolah. Mulai dari Bazaar sampai Pentas Seni tumplek bleg digeber bareng mulai pagi. Bisa jadi para alumni (yang membaca tulisan ini) dengan imajinasi masing-masing memutar ingatan kembali ke masa lampau, saat ikut terlibat langsung dalam peringatan HUT SMA, dari generasi ke generasi yang berbeda pula.

Yang pasti, perjalanan panjang SMA Negeri Tumpang selama 29 tahun terakhir, tak luput dari pahit getir, pasang surut dan kegagalan maupun keberhasilan dari para pelaksana di sekolah ini (baca : siswa, guru & staf maupun alumni). Dari itu pula, dasar pijakan untuk menjadi lebih KUAT dan MAJU bisa ditanamkan. Jadi, tak ada istilah “paling” dan “lebih” dari setiap angkatan. Yang ada hanyalah : saling mengisi !
Selamat Ulang Tahun SMA-ku !

***
Mewakili para Alumni (terutama yang berdomisili di Ibukota Jakarta), Sdri. Ninik Polwan mendapat kehormatan untuk hadir di Acara HUT SMAN Tumpang hari ini. Mudah-mudahan “oleh-oleh” yang dibawa bisa lebih banyak dan “berwarna”.

Senin, 29 Januari 2007

Note : Foto ini hanya sekedar ilustrasi, tidak berhubungan dengan isi tulisan.

Entah kenapa saat membaca artikel tentang karya tulis remaja di Koran SINDO yang aku baca malam ini -- Koran pagi yang baru sempat aku baca malam hari sambil menemani anakku yang sedang belajar -- langsung teringat pada sosok Mas Eko, Ketua OSIS SMA Negeri Tumpang periode 1985/1986. Eko Santoso, begitu nama lengkapnya, sebenarnya hanyalah siswa biasa, jauh terkesan sebagai “local idol” yang digilai-gilai lawan jenis dan membuat iri sesama jenis (biasanya yang model gini ini, anak yang banyak gaya, sedikit punya kemampuan tertentu, wajah diatas rata-rata, tetapi biasa-biasa saja di pelajaran), hiehiehie…

Yang membuat Eko “lebih” dari yang lain adalah selain pemain utama tim basket sekolah, otak (encer)nya diatas rata-rata teman se angkatan, pemilik tubuh tegap dengan tinggi sekitar 175 cm ini juga (kebetulan) seorang muslim taat dari etnis Chinese. Barangkali karena alasan itu pula penghuni IPA-1 -- seangkatan dengan Cak Herry nDepok ? -- terpilih sebagai Ketua OSIS secara aklamasi.

Satu kejadian yang bagiku paling berkesan -- sehubungan pertemanan dengan Mas Eko -- adalah saat mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja tingkat Kabupaten Malang tahun 1985. Berkesan (sekaligus salut !) karena dengan inisiatif sendiri Mas Eko membuat karya tulis, tanpa disuruh guru Pembina OSIS ataupun dorongan dari pihak sekolah, tetapi hanya berbekal selebaran yang dikirim ke sekolah oleh panitia. Judul yang diajukanpun (saat itu) sangat orisinil, yaitu (mudah-mudahan kalimatnya pas begini) : “Cara Mudah Menghitung Perkalian sampai 5 Digit dengan Menggunakan Bantuan Jari”. Karya ini termasuk dalam kategori “Temuan Baru” karena belum ada teori tertulis sebelumnya yang terpublikasi (beberapa tahun kemudian, muncul Metode Kumon yang menurutku hampir sama dengan apa yang ditulis Mas Eko di tahun 1985. Kebetulan ?).

Disaat-saat batas akhir pengumpulan karya tulis, tanpa dinyana Mas Eko memasukkan namaku dalam tim, alasannya lomba karya tulis bukan untuk perorangan, tetapi beregu dengan jumlah minimal 2 orang. Yo wis, nolak juga nggak enak, pokok’e ikut saja. Pas minta restu (pengesahan) dari Drs. Munawar, Kepala Sekolah saat itu -- hari Sabtu di penghujung bulan April sekitar jam 9 pagi, padahal batas pengumpulan jam 13.00 di Kantor Depdikbud Kab. Malang -- ndilalah sambutannya biasa-biasa saja, hanya disarankan minta “sangu” ke Bagian Keuangan OSIS yang saat itu dipegang Bu Runia Laksmiwati. Dengan segala alasan, Bu Runia bisanya ngasih Rp. 650,- saja, yang hanya cukup untuk ongkos transport PP dari SMAN Tumpang ke Kantor Dikbud Kabupaten (yang kalo nggak salah saat itu di sekitar jalan ke arah Kebon Agung).

Keluar dari ruang guru, dengan lirih Mas Eko bilang, “Geng, duwik’e mek cukup digawe wong siji tok. Yok opo iki ?” Dan tanpa disangka Mas Eko nyambung lagi, Wis pokok’e awak’e dewe kudu budal wong loro. Gak usah lewat Patimura (nama terminal Malang dahulu, red) tapi liwat kidul ae. Ayo’ wis berangkat sak iki ae !” Singkat cerita, kami berangkat naik mobil colt yang melewati Banjarejo, trus Kedung Kandang, dan memilih turun di sekitar Kota Lama (bayar Rp. 300,- berdua). Karena ngirit ongkos, ke kantor Dikbud jalan kaki sekitar 2 km, panas-panasan sekitar jam 12-an siang. Sampai kantor Dikbud tercatat sebagai peserta terakhir yang memasukkan naskah lomba, karena sudah sekitar jam 12.30 (eh hiya.., 3 copy Karya Tulis itu semuanya diketik manual dan beberapa bagian ditulis tangan. Kayaknya belum ada yang namanya computer deh saat itu). Balik ke Tumpang lewat Kota Lama lagi, jalan kaki lagi, dan jaraknya sekitar 2 km juga ! Anehnya, saat itu kami berdua tidak mengeluh dan malah becanda terus di perjalanan (sambil ngrasani, koq tego yo pihak sekolah nang awak’e dewe, hehehe…). Sebelum naik colt jurusan Tumpang, kami sempat berunding gimana kalo sisa uang yang Rp. 50,- dibelikan es sirup pinggir jalan saja (lumayan, dapat 2 gelas), dan sisanya Rp. 300,- untuk ongkos.

Memang, akhirnya karya tulis Mas Eko (sengaja tidak aku tulis “KAMI” sebab aku memang tidak memberikan kontribusi apa-apa. Suer !) tidak menang, bahkan untuk masuk 10 besar pun tidak diperhitungkan. Tidak ada rasa kecewa, bahkan Mas Eko membesarkan hatiku, “Gak popo Geng, sing penting awak’e dewe wis wani nyoba’ melok. Dadi iso ngukur kemampuan awak’e dewe iki sepiro dibanding sekolah liyane..!” Bukan main.., begitu legowonya dia, meski (sebenarnya) ada nada kecewa pada pihak sekolah yang kurang memberi dukungan. Dan untuk mensosialisasikan “karya” Mas Eko ke teman-teman, aku sempat memasukkan ke dalam salah satu edisi Majalah Sekolah Widya Wiyata, yang kebetulan saat itu aku ikut menjadi pengelolanya.

Seiring bertambahnya waktu, setelah lulus SMA Mas Eko pernah mendaftar ke Akademi Angkatan Laut (mudah-mudahan nggak salah), tetapi gagal dalam 2 kesempatan karena faktor non-teknis. Trus (masih kalo nggak salah) mendaftar di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Dan, kabar terakhir (dari Cak Hery kalo’ nggak salah lagi) Mas Eko saat ini bekerja di kawasan Surabaya. Mudah-mudahan (suatu saat) beliau juga baca tulisanku ini. Paling tidak, Mas Eko tau, bahwa ada sahabat yang masih “menyimpan” bagian suka duka perjalanan masa SMA dulu. Hmmm………. (serasa kembali ke jaman 22 tahun silam deh...).

***

** Terus terang, sambil mengetik naskah ini mataku tanpa kusadari berkaca-kaca. Perasaan kecewa dan marah pada kejadian masa lalu kembali muncul, kenapa sekolahku (mungkin sampai kini) tak banyak menghasilkan “local idol” versi lain macam Mas Eko. Kenapa ide-ide brilian dan penggemar ilmu pengetahuan tidak dikedepankan sebagai bagian yang harus dibina dan (pada akhirnya) menjadi kebanggaan sekolah itu sendiri ? Apakah karena letaknya yang dipelosok kemudian pihak sekolah (baca : kepala sekolah dan semua dewan guru) bersikap pasrah dan “kalah sebelum bertanding” dengan sekolah yang (katanya) favorit ?

** Dengan tulisan ini pula, serasa ada sedikit “beban” yang lepas, yang selama 20 tahun lebih terus mengganjal sebagai bagian “ketidak-puasan” di masa sekolah.


Salam,

Sugeng Pribadi
A3-2 / 1987

Jumat, 26 Januari 2007


Tanda-tanda terjadinya kecanduan Internet adalah :

* Mas kawin yang Anda minta di hari pernikahan adalah seperangkat komputer dan modem. Tunai!
* Bel di rumah Anda bertuliskan "Click here to continue"
* Pintu kamar mandi Anda bertuliskan "This site contains Adult Material, please verify your age"
* Anda menanyakan apakah ada email baru untuk anda kepada Pak Pos yang mengantarkan kartu lebaran.
* Mimpi anda selalu berawal dengan
http://www.
* Anda menggunakan search engine untuk mencari anak anda yang sudah tiga hari tidak pulang ke rumah.
* "Unable to locate your server!" kata Anda ketika menerima telepon salah sambung.
*Anak-anak Anda diberi nama Joko.gov agar kelak dia jadi pegawai negeri sipil dan Tole.edu agar kelak dia jadi mahasiswa abadi.
* Suara dengkuran Anda sudah persis mirip dengan suara Handshake modem.
* Anda susah menggerakan jari Anda karena Anda sudah online selama 36 jam.
* Anda menonton film "The Net" 63 kali.
* Ketika mobil Anda menyeruduk mobil lain di simpang jalan, yang pertama Anda cari adalah tombol UNDO.
* Istri Anda meletakan wig di atas monitor Anda untuk mengingatkan Anda seperti apa tampangnya.
* Anda memberi nama anak Anda Eudora, Netscape dan mIRC. Dan kalau anda lebih demokratis (tidak monopistis) anda akan memberi nama anak anda Linux atau distro-distronya.
* Anda memperkenalkan diri sebagai: youremail@y… atau
www.domain.com
* Anda membuat tatoo di badan Anda "This body best viewed with Internet Explorer 5.5 or higher."
* Anda meninggalkan antrian tiket kereta api dengan berkata "request time out!!!"
* Ketika hidup anda mengalami depresi, anda akan sangat menyesal mengapa tubuh anda tidak dilengkapi dengan tombol Ctrl-Alt-Del.
* Anda membaca tulisan ini sampai habis.


Puji Sugiarto
Biologi-3 / Th. 1990

Kamis, 18 Januari 2007

Hari itu udara sangat panas, matahari bersinar terik di atas kota Bandung. Aku sedang menunggu angkot bersama anakku di sekitar jalan GatSu tepatnya di depan BSM. Entah kenapa tiba-tiba mataku tertuju pada sesosok renta yang sedang berteduh di bawah pohon. Badannya kurus, bajunya lusuh. Didekatnya terongggok beberapa kemucing (alat pembersih debu) dan beberapa sapu lidi. Juga ada sebuah botol minuman dari bekas botol air mineral kemasan. Terlihat dari bentuk botolnya yang sudah kusam, botol itu sudah terpakai dan diisi ulang untuk kesekian kalinya. Kulihat dengan nikmatnya dia meneguk air dalam botol itu dan kemudian dia mengipas-ngipas wajahnya dengan topi bambu untuk mengusir hawa panas yang memang cukup menyengat.

Melihat hal itu, muncullah rasa iba-ku yang akhirnya menggelitikku untuk menghampirinya. Kugandeng anak pertamaku yang waktu itu baru berumur 4 tahun menyeberang jalan untuk menghampiri kakek renta itu. Dengan hati-hati kusapa kakek itu agar tidak mengejutkannya. Sambil berbasa-basi, aku mulai menanyakan berapa harga barang dagangannya. Satu buah kemucing kalo tidak salah dia jual 3500 dan sapu lidi dia jual 2000 rupiah. Dalam hati sebenarnya aku tidak ingin membeli barang dagangannya karena memang aku tidak memerlukan kemucing. Tapi aku ingin berbuat sedikit untuk membantu namun dengan cara yang mungkin tidak akan membuat dia tersinggung. Jadi akhirnya aku bilang akan membeli sebuah kemucing. Aku berikan dia selembar uang yang melebihi harga kemucing itu. Seperti sudah kuduga, dia tidak punya kembalian karena dia bilang barang dagangannya belum laku satu pun hari itu.

Tapi memang itu lah niatku bahwa aku ingin membantunya sedikit tanpa harus menyinggung perasaannya. Lalu aku bilang bahwa kembalian itu buat dia saja. Serta merta, dengan halus dia bilang begini : ”Maaf Neng, bapak tidak bisa terima, ini bukan hak bapak. Biar bapak tukar dulu ya uangnya”. Lalu aku jawab : "Bapak, saya ikhlas…bener pak Insya Allah saya ikhlas…uang itu buat Bapak“. Tanpa kuduga si Kakek renta itu menjawab dengan jawaban yang membuatku terus terkenang sampe saat ini meskipun kejadian itu sudah lebih dari 3 tahun, ”Neng, uang ini bukan hak Bapak, Bapak sudah cukup mendapat rejeki dari Allah dari jualan ini. Masih banyak orang yang lebih berhak dari Bapak yang membutuhkan bantuan dari Neng”.

Sungguh aku tak percaya dengan apa yang barusan aku dengar. Dan aku merasakan itu sebuah tamparan yang hebat buat diriku yang seringkali terjebak dengan budaya konsumtif, yang akhirnya membuat diriku kehilangan rasa syukur atas apa yang sudah Allah berikan padaku. Hidup terasa selalu kekurangan yang akhirnya memunculkan sifat tamak, kikir, pelit dan saudara-saudaranya. Bagaimana mau berusaha membantu orang lain lha wong diri sendiri selalu merasa layak dibantu ? Belum lagi kebiasaan untuk mengasihani diri sendiri, merasa nelangsa karena gajinya kok kecil sementara teman sebelah dapat gaji lebih besar padahal pekerjaan kita sama. Dari situ muncul lagi perasaan dengki, iri...bahkan akhirnya bisa menjadikan orang yang suka berburuk sangka.....Astaghfirullahhaladzim...dari hilangnya rasa syukur itu ternyata bisa memicu sifat-sifat jelek yang lainnya.....Dari situlah akhirnya aku mengerti kenapa pak guru ngajiku dulu selalu menginngatkanku untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan-NYA....Dan sungguh pak guru-ku yang barusan aku temui di depan BSM itu yang sudah ”menamparku” karena setelah sekian tahun aku menikmati berkah, kasih sayang dan limpahan rezeki dari-NYA tapi aku melupakannya.........
Kini aku yakin bahwa rasa syukur itu bukan untuk memuji Allah, karena Allah tak memerlukan pujian, DIA sudah Mulia dan Terpuji dengan sendirinya, justru kita lah makhluk yang lemah ini yang memerlukan rasa syukur itu karena rasa syukur itu lah yang akan menyelamatkan kita dan membuat hidup kita terasa lebih indah.
* Note : Gambar yang menyertai tulisan ini hanya sekedar ilustrasi belaka.
***
Rina - Depok

Kamis, 11 Januari 2007

Semoga dengan segala ujian yang kita hadapi

menjadikan kita sebagai manusia yang di ampuni dosa-dosanya.

Amin...amin...amin....

***

A man woke up early in order to pray the Fajr prayer in the masjid. He got ressed, made his aboloution and was on his way to the masjid. On his way to the masjid, the man fell and his clothes got dirty. He got up, brushed himself off, and headed home. At home, he changed his clothes, made his aboloution, and was, again, on his way to the masjid.

On his way to the masjid, he fell again and at the same spot! He, again, got up, brushed himself off and headed home. At home he, once again, changed his clothes, made his aboloution and was on his way to the masjid. On his way to the masjid, he met a man holding a lamp. He asked the man of his identity and the man replied "I saw you fall twice on your way to the masjid, so I brought a lamp so I can light your way." The first man thanked him productively and the two where on their way to the masjid.

Once at the masjid, the first man asked the man with the lamp to come in and pray Fajr with him. The second man refused. The first man asked him a couple more times and, again, the answer was the same. The first man asked him why he did not wish to come in and pray. The man replied "I am Satan."

The man was shocked at this reply. Satan went on to explain, "I saw you on your way to the masjid and it was I who made you fall. When you went home, cleaned yourself and went back on your way to the masjid, Allah forgave all of your sins. I made you fall a second time, and even that did not encourage you to stay home, but rather, you went back on your way to the masjid. Because of that, Allah forgave all the sins of the people of your household. I was afraid if i made you fall one more time, then Allah will forgive the sins of the people of your village, so I made sure that you reached the masjid safely." So do not let Satan benefit from his actions.

Do not put off a good that you intended to do as you never know how much reward you might recieve from the hardships you encounter while trying to achieve that good.


Wassalam
Festarina (Fis-1/93)

Rabu, 10 Januari 2007

HUT PMR ke-2 : Sebagian dari Anggota PMR Angkatan III (1986)

***

Rasanya sudah waktunya, kita mulai memutar roda sejarah ke pertengahan tahun 80-an, untuk membedah satu-persatu kegiatan ekstrakurikuler -- yang (saat itu) lumayan “booming” -- di SMAN Tumpang. Untuk memulai “lintas sejarah eskul” ini, unit Palang Merah Remaja (PMR) lumayan menarik untuk ditempatkan di urutan terdepan. Tidak ada alasan khusus, tetapi karakteristik (calon) anggota PMR saat itu menjadi daya tarik tersendiri untuk dikupas.

Begini ceritanya : Upaya Pak Karsi Prayitno di akhir tahun 1984 mengumpulkan siswa kelas I yang berminat di bidang PMR untuk dididik menjadi “kader P3K” handal, mendapat respon yang cukup besar dari sekitar 52 siswa. Secara umum, ada dua kelompok sesuai background kepalangmerahannya, yaitu kelompok status quo – kumpulan anak-anak yang memang sudah PMR dari sononya (alumnus SMPN 1 Tumpang, red) – dan kelompok bonek, yang memang belum tau apa-apa tetapi minat dan penasaran banget sama PMR.

Ringkas cerita, selama hampir 3 bulan pendidikan PMR dilakukan, tempatnya di ruang Laboratorium IPA, setiap hari Sabtu jam 10 siang sampai menjelang masuk sekolah jam 12.30 (kelas I memang masuk siang semua). Pelatihnya didatangkan langsung dari PMI Cabang Kab. Malang yang (saat itu) bermarkas di Sengkaling, namanya Pak Sugeng Prayitno. Proses seleksi alam memang berjalan, siapa yang “kuat” akan bertahan, dan yang “males-malesan” ya nggak pernah datang latihan lagi.

Dan dalam sesi latihan inilah watak masing-masing kelompok muncul. Kelompok yang merasa “pinter” dan jago memisahkan dalam satu grup dan jarang menyimak dengan seksama materi pelajaran (lha wong memang sudah bisa, hehehe….). Meski agak berat menyebut, nama-nama yang tergabung dalam kelompok ini diantaranya : Hanief Nurrofiq (Ketua PMR pertama di SMAN Tumpang), Iman Prihantini, Bambang Suhernowo, Lestari Soho Asih, Bangun Subagyo, Heri Subagyo, Herlina Afianti, Sholahuddin Hasjim (ditambah sekitar 8 orang lainnya, kalo nggak salah). Lha sisanya tentu saja kelompok “bonek” yang tak gentar melawan kaum BORJU tersebut, diantaranya : Ahmad Zamrozi, Adi Purwanto, Choirul Huda, Setyati Puji Lestari, Sugeng Pribadi, Sanali, Anik Prihatini (alm), Bambang “Yoyok” Trihascaryo (dan sekitar 20 orang lainnya).

Meski demikian, tak pernah terjadi pertentangan apalagi “perang antar suku” diantara kubu yang berbeda pandangan dan pergaulan ini. Semuanya kompak dan berusaha menunjukkan bahwa SMAN Tumpang punya PMR tak kalah dengan SMA Negeri lainnya (waktu itu ada 7 SMA Negeri binaan se Kabupaten Malang). Dan Alhamdulillah, 32 orang dinyatakan LULUS sebagai Angkatan I PMR Unit SMA Negeri Tumpang, setelah menjalani ujian tulis dan praktek selama 2 hari.

Buah manis yang paling berkesan bagi anggota PMR angkatan I adalah saat – enam bulan kemudian – di bulan September 1985 meraih Juara I (untuk Putri) dan Juara III (untuk Putra) Lomba Palang Merah Remaja se Kabupaten Malang di Peniwen, Sumber Pucung. Itupun masih ditambah sebagai Tim Paling Familiar, karena berhasil menjadi Pengumpul Tanda tangan (peserta) Terbanyak (aku termasuk dalam tim ini, soalnya selama sepekan kerjaannya keluyuran dari tenda ke tenda peserta lain, cari makanan + kenalan, hahahaha… namanya juga usaha !). Sayangnya, saat pulang ke Tumpang terjadi "tragedi memilukan", karena Tim Putri langsung ditraktir bakso di seputaran Jl. Veteran (Malang) & naik mobil L300 milik Pak Munawar (Kepala sekolah saat itu), sedang Tim Putra langsung naik truk terbuka dan ndak berhenti-berhenti sampai di Malangsuko, kacian dech....

Dalam perkembangannya, PMR sempat digabung dengan IKAPALA di tahun ajaran 1985/1986 (aku yakin ini ide Pak Karsi lagi), dengan tujuan memangkas “persaingan” yang semakin menajam diantara dua eskul ini. Hasilnya ? Disebut PMR ya bukan (karena ilmunya nanggung banget), disebut IKAPALA koq ya nggak pantes (kurang “garang” man !). Dan kami – para senior PMR – akhirnya turun tangan, memisahkan kembali PMR dan IKAPALA di tahun ajaran 1986/1987 menjadi 2 eskul yang berdiri sendiri-sendiri, dengan “mendidik” para calon PMR-wan PMR-wati sesuai jalan yang benar, bukannya jalan yang sengaja ‘dibenar-benarkan”. Sampuuuuun….!!!

***

Note : Ini hanya lintasan sejarah, jadi tidak perlu disikapi dengan hati & kepala panas !

Labels

Alumni (21) Amerika Serikat (1) Angkatan 1995 (1) Anti Korupsi (1) Arab Saudi (1) Arema Malang (1) Artikel (8) ASEAN (1) ay kusnadi (1) Ayusta (1) Bahasa (2) Balitjestro 2008 (1) Bandung (1) Bank Mandiri (1) Bantuan Operasional Sekolah (1) barongan (1) Basketball (1) bca (1) Beasiswa (19) Berita (3) berita duka (1) BHMN (1) Bimbel (1) Biodiversity (1) Bisnis (1) bisnis online (1) Blog (5) bondan winarno (1) BOS (3) Buku (1) Buku Paket (1) Bulan Bahasa (1) Bullying (1) Bursa Kerja (1) Candi Kidal (1) Class Meeting (1) Dee (1) dollar gratis (1) Dumpul (1) dunia maya (1) Ekstrakurikuler (5) Facebook (2) Fair Play (1) Fisika (1) Friendster (1) Futsal (1) gado gado (1) Global Warming (1) Google (1) Gunung Tabor (1) Guru (10) Gus Dur (1) HUT ke-30 (1) IKAPALA (1) imam gozali (1) Inggris (1) Inspirasi (1) Internet (1) IPB (1) Iptek (3) Istana Negara (2) ITB (1) Jabodetabek (1) Jambi (1) Jawa Timur (4) Jepang (1) jerman (3) Jeru (1) Jilu (1) Jombang (1) Jusuf Kalla (1) Kabupaten Malang (4) kampus (1) karir.com (1) Kegiatan (1) Kelas A4 (1) Kelas XII (1) Kemendikbud (3) Kemendiknas (1) Kemneterian Pendidikan dan Kebudayaan (1) Kepala Sekolah (1) Kesehatan (3) KH. Abdurrahman Wahid (1) Kiat Jitu (1) Komik (1) Komunitas (1) kosmetika (1) Kota Batu (1) Kota Malang (5) Kuliah (1) kuliner (1) kusti (2) launching (1) Lingkungan (1) LIPI (1) Lowongan (1) Lulusan 2008 (1) M. Nuh (1) Mahasiswa (2) Mahasiswa Baru (2) Mahkamah Konstitusi (1) maknyus (1) Malang (3) Malang Raya (1) Malangsuko (1) Malaysia (1) Matematika (1) Mendiknas (1) Mendit (1) Menkominfo (1) Menulis (2) Menulis Ilmiah (1) Minat Baca (1) Motto Kelas (1) nDangdut (1) Nostalgia (2) Otonomi Daerah (1) Pahlawan Nasional (1) pak temun (1) Pancasila (1) panggung terbuka (1) Pelajar (1) Pelajaran (1) Pemerintah (1) Pendidikan (11) Pendidikan Nasional (6) Penelitian Ilmiah Remaja (2) Perbankan (1) Perguruan Tinggi (3) Perguruan Tinggi Swasta (2) Permen Karet (1) Pertamina (2) Pilkada (1) PMP (1) PMR (1) Pornografi (1) pramuka (2) Precet (1) Profil (2) PTN (3) PTS (1) Redaksi (1) remaja (2) reuni (5) Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (3) Riset (1) RSBI (4) Rujak Cingur (1) S-1 (1) S1 (1) S2 (1) S3 (1) Sains (1) Sarjana (1) SBI (1) SD (5) Sejarah (3) Sekolah Hijau (1) Sepakbola (2) sepeda (1) Situs (1) SMA (17) SMA Kebon Tebu (1) SMAN 1 Malang (1) sman tumpang (3) SMANETA (10) Smansa (1) SMK (1) SMKN Turen (1) SMP (4) SNMPTN (2) SNMPTN Online (1) soeharto (1) STT Telkom (1) sugeng hadiono (1) Sukoanyar (1) Surabaya (1) Tahun 2013 (1) Tahun Baru (1) Taiwan (1) Tawuran (1) teknologi (3) Tes Online (1) Tips (5) Tomik HS (1) Trik (1) Try Out Online (1) Tulus Ayu (1) Tumpang (2) UAN (2) UASBN (1) UGM (2) UI (1) Ujian (2) Ujian Akhir Nasional (1) Ujian Nasional (5) Ujian Nasional 2010 (1) Ujian Nasional 2011 (1) Ujian Nasional 2012 (1) UM (1) UMB (1) UN (7) UN 2010 (5) UN 2012 (1) Universitas (1) Universitas Brawijaya (1) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (1) Universitas Paramadina (1) UNS Solo (1) Virus (1) wafat (1) Wakil Gubernur (1) website (2) Wendit Water park (1) Wisata (2) wisnuwardhana-narasinghamurti (1) www.smantumpang.com (1)

Arsip Tulisan

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!