Potret Pendidikan Nasional (Bagian 2)
Sayangnya pemikiran yang sama belum terjadi di Indonesia. Direktur Institute for Education Reform (IER) Universitas Paramadina Utomo Dananjaya mengungkapkan keprihatinannya bahwa Pemerintah Indonesia belum menjamin hak anak atas pendidikan.
Jangankan berbicara biaya pendidikan di perguruan tinggi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, wajib belajar sembilan tahun gratis saja masih sekadar slogan. Hal itu karena anggaran pendidikan 20% dari APBN 2009 ternyata lebih banyak dihabiskan untuk anggaran rutin dan gaji guru, bukan untuk mendukung biaya operasional pendidikan.
"Tampaknya bapak-bapak pemegang kebijakan di pemerintahan masih kurang peduli dengan rakyat kecil," ungkapnya. Secara angka, menurut Utomo, justru pos anggaran untuk biaya pendidikan dari APBN 2009 turun menjadi 9% dibandingkan 2008 yang masih 11%. Sebagian besar dari anggaran pendidikan yang jumlahnya lebih dari Rp200 triliun itu untuk menambah gaji guru dan anggaran rutin lainnya.
Padahal, di negara-negara lain subsidi pemerintah untuk biaya pendidikan sangat tinggi. Malaysia, misalnya, pos anggaran pendidikan adalah 32% APBN negeri jiran itu. Sebagian besar dari anggaran tersebut untuk menyubsidi biaya pendidikan, sehingga meringankan beban masyarakat untuk membayar biaya sekolah dan kuliah anaknya.
Indonesia memang belum seperti negara-negara lain yang biaya pendidikannya demikian terjangkau oleh penduduknya. Jerman, misalnya, meski telah menghapuskan kebijakan pendidikan di perguruan tinggi gratis, tapi biaya kuliah di sana masih terbilang murah. Banyak negara lain juga memberlakukan subsidi silang.
Subsidi silang di situ berarti pemerintah menyubsidi biaya pendidikan warga negaranya menjadi murah dan terjangkau, mahasiswa internasional dari negara lain tetap membayar dengan harga wajar- harga yang sebenarnya terbilang mahal. Keprihatinan lainnya adalah mengenai angka partisipasi kasar (APK) remaja usia 18-24 tahun terhadap pendidikan tinggi di Indonesia.
Berdasarkan data Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), saat ini APK untuk perguruan tinggi sebesar 17% atau naik 3% dibandingkan APK 2004 lalu. Meski peningkatannya kecil, upaya pemerintah meningkatkan jumlah APK layak diapresiasi. Sayangnya, dibandingkan negara- negara lain APK untuk perguruan tinggi di Indonesia ini masih tergolong kecil.
Menurut Utomo, APK di China saja 85%. Malaysia dan Singapura mempunyai nilai APK untuk perguruan tinggi lebih tinggi lagi. Padahal jelas, Undang-Undang Dasar 1945 sudah mengamanatkan kepada negara untuk memprioritaskan anggaran pendidikan nasional.
Apa daya, setelah lebih dari 63 tahun Indonesia merdeka, masih belum banyak masyarakat yang bisa mengenyam pendidikan tinggi. Kelak, pada ulang tahun ke-100 kemerdekaan RI mendatang, diperkirakan masih banyak generasi muda Indonesia yang belum memiliki tingkat pendidikan memadai. "Sudah anggaran lebih kecil dibandingkan negara lain, pertanggungjawaban dan peluang kebocorannya dipertanyakan banyak pihak lagi," imbuhnya.
***
sumber: news.okezone.com
0 comments:
Posting Komentar