Masih dua jam menjelang waktu ashar, tapi Masjid Al Hidayah di Jl Laksmana Adi Sucipto, Blimbing, Kota Malang, sudah dijubeli ratusan bocah dan ABG, Kamis (25/3). Mereka itu adalah para siswa madrasah tsanawiyah (SMP) dan ibtidaiyah (SD) Hasyim Ashari, yang berkumpul untuk melakukan istighotsah, sebuah acara yang belakangan ngetren diadakan sekolah-sekolah, khusus menyambut ujian nasional (Unas).
“Saya berniat untuk menenangkan diri, agar tujuan saya berdoa ini bisa berhasil sepenuhnya,” suara lembut Drs H Afandi, sang Kepala Madrasah dari mikrofon masjid, membuyarkan kegaduhan khas siswa sekolah. Para siswa pun segera bersila, terdiam lantas bersiap mengikuti istighotsah.
Istighotsah yang berlangsung cukup lama itu hanya salah satu dari apa yang disebut ‘ikhtiar batin’ oleh Ustad Afandi. Ada banyak lagi cara sekolah membiarkan siswa mereka untuk mendekatkan diri kepada sang khalik.
Salah satunya, berpuasa. Namun, tentu saja bukan siswa yang diwajibkan berpuasa karena mereka tentu bakal sempoyongan saat mengerjakan soal ujian, melainkan orangtua dan wali murid. “Bapak, Ibu, para orangtua murid. Setelah ini kami sarankan untuk berpuasa. Lakukan puasa ini agar anak-anak kita lulus 100 persen dalam Unas. Lakukan mulai besok, sampai tanggal 1 April mendatang,” ujar Afandi kepada para orangtua murid, selepas memimpin istighotsah kemarin.
Berpuasa ini juga bukan satu-satunya. Afandi, kemarin juga meminta kepada para orangtua, untuk membekali anak-anak mereka dengan sebotol air mineral ‘istimewa’, yang harus dibacakan bismillahirrohmanirrohim sebanyak 867 kali.
Mengapa harus sebanyak itu? “Angka itu adalah ijazah (pesan, Red) dari kiai kami sebelumnya,” jawab Afandi.
Bahkan, kata Afandi, satu upaya lain juga sudah dilakukan pihak madrasah beberapa hari sebelum istighotsah ini. Beberapa guru diutus pergi ke Madura, hanya untuk menyerahkan pensil para peserta Unas ke seorang kiai.
Tiap pensil itu mendapat doa khusus dari kiai. Itu belum termasuk usaha lain, seperti kunjungan para guru dan siswa ke beberapa makam kiai di sekitar Malang.
Afandi menyebut, upaya-upaya yang dilakukan pihaknya itu sebagai ikhtiar batin, yang melengkapi ikhtiar dhohir siswa, seperti belajar dan latihan soal. Hal-hal semacam ini, menurutnya, dipercaya bakal membuat siswa lebih tenang saat ujian.
Afandi mengatakan, upaya ini selalu dilakukan pihaknya setiap Unas. Namun, ia sendiri mengakui, belum tentu berhasil. Buktinya, untuk tahun lalu saja, ada 30 persen siswanya yang tak lulus Unas. “Ikhtiar itu kan hanya upaya. Semuanya, tetap tergantung SDM-nya juga,” ujar Afandi.
Salah satu orangtua siswa, Hj Siti Aminah, mengaku akan menurut saja segala ikhtiar yang diminta pihak madrasah, termasuk berpuasa seminggu penuh dan membaca kalimat basmallah sebanyak 867 kali ke air minum siswa. “Kami percaya itu untuk kebaikan anak-anak kami juga. Sebagai seorang ibu, saya tentu was-was dengan hasil Unas anak saya,” ujar Aminah.
Apa yang dilakukan madrasah Hasyim Ashari ini, menurut pemerhati Pendidikan Agama Islam dari Universitas Islam Malang (Unisma), Prof Dr Masykuri Bakri umum dilakukan sebuah madrasah.
Hanya, Masyukuri mengatakan, upaya-upaya ikhtiar semacam itu bisa bertentangan dengan syariat agama, bila diartikan secara berbeda. “Dalam kasus diatas, yang bahaya adalah ketika siswa sudah menganggap pensil itu barang sakti, sehingga bisa membuat mereka menjawab semua soal dengan benar. Itu sama saja syirik,” kata Masykuri.
Namun, selama sekolah menjelaskan pensil tersebut hanyalah wasilah (perantara) doa, Masykuri mengatakan upaya ikhtiar batin bukanlah sebuah hal yang salah.
Sementara psikolog anak dari Universitas Wisnuwardhana Malang, Lies Purnamasari MM MSi, mengatakan upaya ini sebaiknya memang perlu dilakukan sekolah. Dari pendekatan dunia psikologi, menurut Lies hal ini menjadi semacam sugesti, yang bisa melecut mental anak setingkat SD dan SMP. “Anak-anak seumuran mereka, kalau tahu pensil dan air sudah didoakan, biasanya akan tersugesti untuk tenang dan percaya diri,” terang Lies.
Hanya, ada baiknya sekolah berhati-hati memilih jenis sugesti yang dilakukan. “Coba bayangkan, kalau pensil itu hilang. Siswa tentu akan grogi, nggak pede, dan takut saat mengerjakan Unas,” ungkapnya.
***
sumber: surya.co.id
0 comments:
Posting Komentar