Mengajar di sebuah sekolah SMP swasta Bekasi,
banyak pengalaman yang saya dapatkan. Mulai jadi guru matematika, hingga
menjadi panitia pelaksana kegiatan di sekolah.
Menjadi wali kelas -awalnya menjadi wali kelas
favorit (semacam unggulan)- menjadi tantangan bagi saya. Karena kalau
saya tidak bisa menyukseskan kelas unggulan, saya merasa tidak berhasil
membawa kelas tersebut ke arah yang lebih baik. Saya punya target
bagaimana bisa menyukseskan kelas tersebut, dan meyakini hati saya bahwa
saya bisa.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, saya
jalani dengan sepenuh hati. Tibalah saat acara perlombaan antarkelas,
yaitu perlombaan Olimpiade Bidang Studi (OBS). Seperti Matematika, IPA,
Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan sebagainya.
Semua cabang yang diperlombakan harus kita raih
dengan nilai terbaik. Itu yang saya tekankan pada anak-anak. Saya
evaluasi hampir tiap hari. Untuk lomba cabang olahraga, seperti futsal,
bola voli, badminton, tenis meja, catur dan lain-lain, saya buat rencana
acara bimbingan, dan kerjasama dengan semua anak di kelas.
Dan, Alhamdulillah, saya berhasil meraih impian
tersebut. Yaitu juara umum OBS dan cabang olahraga di sekolah swasta
tersebut. Sehingga, saya menjadi ”idola” anak-anak. Di tahun berikutnya,
saya dipercaya untuk menjadi wali kelas lagi.
Tapi kelas sekarang ini adalah kelas paling bawah.
Mulai nilai rendah dan tingkat kenakalan yang cukup tinggi. Awalnya saya
menolak. Tapi setelah saya pikir-pikir, ini suatu tantangan. Saya jalan
berhari-hari dan berbulan-bulan. Jangankan membuat prestasi, yang ada
di kelas tersebut selalu membuat kerusuhan. Baik di dalam kelas, maupun
di luar kelas.
Saya hampir putus asa. Lebih baik saya mundur saja
jadi wali kelas. Saya pelajari, apa akar masalahnya. Ternyata ada lima
orang ”biang kerok”. Saya dekati mereka dan saya pahami mereka.
Hingga penerimaan rapor, banyak nilai anjlok. Dan
banyak orang tua mereka berkeluh kesah kepada saya selaku walas (wali
kelas). Pada saat itu, saya banyak tawaran untuk menjadi guru privat di
rumah mereka. Akhirnya mereka menerima, dan saya pilih
yang mana paling urgent, artinya anak-anak yang nilainya paling rendah,
itu saya privatkan.
Setelah berjalan beberapa bulan, salah seorang anak
tersebut mengalami perubahan. Dan orang tua mereka merasa ”tertarik”
dengan saya. Sehingga ada tawaran jasa lebih dari mereka.
Melihat kehidupan saya masih pas-pasan, salah satu
keluarga yang saya privat ini (mereka mengelola pakaian batik)
menawarkan untuk menjual batik mereka. Semampu yang sanggup saya bawa.
Saya hanya menyetorkan modal.
Menurut saya ini adalah hal ganjil. Karena baru
beberapa bulan kenal, langsung percaya kepada saya. Dan mereka sudah
menganggap saya bagian dari keluarga mereka. Saya punya prinsip
mengajarlah dengan tulus ikhlas, nanti rezeki pasti akan mengikuti kita.
Akhirnya saya berdaganglah. Dengan modal
kepercayaan dari orang lain. Saya tawarkan kepada rekan-rekan guru yang
saya anggap kenal, yang sanggup membeli produk yang saya tawarkan.
Saya tidak menyangka begitu banyak untung yang saya
terima. Mungkin ini balasan dari Allah SWT. Saya hanya menyetorkan
modal harga grosir pada keluarga yang saya privatkan. Saya hampir mundur
untuk menjadi walas karena saya mengelola kelas yang cukup
”memberatkan”.
Saya sekarang menjadi tahu bahwa dengan mengajar
lillahita’ala, akan membawa rezeki yang tak di duga-duga. Walaupun
kehidupan itu berat untuk kita lakukan. Pantang menyerah.
Saya menyudahi bisnis baju batik tersebut karena
takut mengganggu proses belajar-mengajar saya.Keluarga tersebut masih
terus membuka pintu rumah untuk saya, seandainya saya masih berkenan
untuk berbisnis dengan mereka. Semoga ini menjadi ibrah bagi kita semua,
amin.
Firman, ST
Guru SMKN 1 Pebayuran Bekasi
Alamat: Desa Kedung Pengawas Babelan Bekasi
***
sumber: republika.co.id
Ingin dapat 'kejutan' Uang Tunai ?
0 comments:
Posting Komentar