Alkisah, pada awal tahun 80-an, ketika SMA Negeri Tumpang baru boyongan dan menempati gedung yang ada di Malangsuko – dari gedung lama di Jl. Setyawan (Ledoksari) – suasana lingkungan sekolah boleh dikata sangat-sangat jauh dari keramaian. Bayangkan, selain dikelilingi oleh perkebunan tebu, di sudut selatan-timur juga ditumbuhi rerimbunan pohon bambu (barongan, red). Belum lagi akses jalan (tikus) dari jalan raya Malangsuko yang juga melewati barongan (samping stadion), dan pemakaman umum yang (saat itu) belum beraspal. Menyedihkan, tapi juga menyenangkan.
Menyedihkan, karena kalau sudah musim hujan bisa dipastikan sepatu, celana dan ruang kelas penuh lumpur. Tetapi, juga menyenangkan. Suasana sekolah benar-benar nampak asri, karena bangunan yang ada (sekitar 10 kelas, Lab. IPA, Lab, Bahasa, Ruang UKS, Ruang OSIS, Ruang Ketrampilan dan Ruang Guru) membentuk huruf O, dengan lapangan hijau terhampar di tengah-tengahnya. Dan sekitar tahun 1986, di ujung bawah lapangan (depan Ruang Guru) dibangun Panggung Terbuka dengan arsitektur Bali. Eksotis banget.., karena panggung bisa dilihat dari semua kelas tanpa terkecuali !
Nah, kembali ke Lapt…. ups.., ke “barongan” di ujung kelas paling selatan-timur tadi (dulu dipakai untuk kelas II A3-3), banyak kenangan bagi kami siswa yang pernah terperangkap disana, hehehe. Terutama kalau ada pelajaran tambahan sore hari (untuk kelas III), pasti agak kurang berkonsentrasi kalau sudah diatas jam 5, suasananya itu lho.., magiiis banget, hiiii…… Tapi, ada juga lho yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, karena jarang siswa mau ke lokasi tersebut (belakang kelas), maka dimanfaatkanlah tempat ini untuuuuk… (aduuuh, nggak sampai hati menulisnya..) pokoknya untuk pacaran deh !
Satu pengalaman yang membuat bulu kudut merinding, ketika Pak Temun (salah satu penjaga sekolah) sedang membersihkan ranting-ranting bambu yang menjorok ke genteng sekolah (belakang kelas), tiba-tiba kaki kanan Pak Temun ada yang narik dari bawah. Secara reflek beliau pegangan anak tangga, dan buru-buru turun. Ketika sampai depan WC, saat Pak Temun melihat kaki kanannya, terlihat empat goresan luka warna merah bekas cakaran kuku. Percaya atau tidak, Pak Temun dihalangi untuk tidak membersihkan barongan tersebut !
Itu cerita duluuu…, yang kalau sekarang datang lagi ke belakang sekolah kita (dekat lapangan basket), barongan itu sebagian sudah menjadi kantin sekolah, yang ndak pernah sepi. Dan ruang ketrampilan (pelajaran nge-tik Pak Pendi, hehehe…) kini disulap jadi ruang OSIS, PMR & Ikapala, dan menghadap ke “ex” barongan tersebut. Jadi, barongan itu sudah menjadi nostalgia semata.
Menyedihkan, karena kalau sudah musim hujan bisa dipastikan sepatu, celana dan ruang kelas penuh lumpur. Tetapi, juga menyenangkan. Suasana sekolah benar-benar nampak asri, karena bangunan yang ada (sekitar 10 kelas, Lab. IPA, Lab, Bahasa, Ruang UKS, Ruang OSIS, Ruang Ketrampilan dan Ruang Guru) membentuk huruf O, dengan lapangan hijau terhampar di tengah-tengahnya. Dan sekitar tahun 1986, di ujung bawah lapangan (depan Ruang Guru) dibangun Panggung Terbuka dengan arsitektur Bali. Eksotis banget.., karena panggung bisa dilihat dari semua kelas tanpa terkecuali !
Nah, kembali ke Lapt…. ups.., ke “barongan” di ujung kelas paling selatan-timur tadi (dulu dipakai untuk kelas II A3-3), banyak kenangan bagi kami siswa yang pernah terperangkap disana, hehehe. Terutama kalau ada pelajaran tambahan sore hari (untuk kelas III), pasti agak kurang berkonsentrasi kalau sudah diatas jam 5, suasananya itu lho.., magiiis banget, hiiii…… Tapi, ada juga lho yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan, karena jarang siswa mau ke lokasi tersebut (belakang kelas), maka dimanfaatkanlah tempat ini untuuuuk… (aduuuh, nggak sampai hati menulisnya..) pokoknya untuk pacaran deh !
Satu pengalaman yang membuat bulu kudut merinding, ketika Pak Temun (salah satu penjaga sekolah) sedang membersihkan ranting-ranting bambu yang menjorok ke genteng sekolah (belakang kelas), tiba-tiba kaki kanan Pak Temun ada yang narik dari bawah. Secara reflek beliau pegangan anak tangga, dan buru-buru turun. Ketika sampai depan WC, saat Pak Temun melihat kaki kanannya, terlihat empat goresan luka warna merah bekas cakaran kuku. Percaya atau tidak, Pak Temun dihalangi untuk tidak membersihkan barongan tersebut !
Itu cerita duluuu…, yang kalau sekarang datang lagi ke belakang sekolah kita (dekat lapangan basket), barongan itu sebagian sudah menjadi kantin sekolah, yang ndak pernah sepi. Dan ruang ketrampilan (pelajaran nge-tik Pak Pendi, hehehe…) kini disulap jadi ruang OSIS, PMR & Ikapala, dan menghadap ke “ex” barongan tersebut. Jadi, barongan itu sudah menjadi nostalgia semata.
0 comments:
Posting Komentar