Mengenang awal-awal gedung (baru) SMA Negeri Tumpang – yang berlokasi di seputaran Kebun Tebu Malangsuko, saat itu – baru dihuni, tentu banyak “nostalgia” yang bikin kita senyum-senyum sendiri, kalau dibandingkan dengan kondisi jaman sekarang. Setidaknya, di awal tahun 80-an yang paling mencolok di kalangan siswa (baca : antar jurusan) adalah berlomba-lomba membikin kaos kelas, disusul membuat slogan untuk identitas kelas, dan (ini bisa jadi disebabkan karena sekolah yang masih gersang) lomba bikin taman dan patung !
Mungkin, untuk saat sekarang bikin kaos kelas adalah hal lumrah (dan sedikit katrok ?), karena ingin menunjukkan ke-identitas-annya semata. Tapi di tahun 80-an kaos kelas lebih menjadi simbol perekat dan solidaritas teman sekelas (dan se-jurusan). Simbol dan logo juga bisa menunjukkan jatidiri kelas itu sendiri, misalnya untuk jurusan sosial (IPS, yang kemudian diganti A3) menamai kelompoknya dengan : GENESIS (Generasi Sosial Siji), GENSOS (Generasi Sosial) atau juga GANAS (Generasi Anak Sosial). Lucunya, gambar kaos hampir keseluruhan jurusan justeru mengambil gambar silhuet warna hitam dari tokoh-tokoh seperti Bob Marley, Iwan Fals, Robert De Niro, Jaka Sembung sampai Charles Bronson ! Belum lagi masalah warna, mulai dari yang putih polos, hijau tua, biru mudah, sampai hijau pupus (hehehe… seluruh kelas koq ya setuju memakainya, ya ?).
Nah.., untuk memacu semangat belajar di kelas, ternyata tak hanya gambar pahlawan nasional ataupun peta Indonesia saja yang “wajib” dipasang, tetapi tiap kelas disarankan untuk membuat slogan “penyemangat”. Maka tulisan (yang ditempel di dinding belakang atau samping atas di dalam kelas) seperti : Ambeg Parama Artha, Jer Basuki Mawa Bea ataupun Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe bertebaran di tiap kelas. Dan – ini yang jadi pemicu ger-geran di dalam kelas – seringnya guru-guru mengomentari slogan itu dengan nyeleneh, bahkan ada yang dengan serius menyoroti dari segi mistis segala.
Yang terakhir, tentu saja lomba membuat taman dan patung. Waduuuh… ini perlu tenaga dan dana lumayan, untuk beli kembang dan rumput, bambu untuk pagar, semen dan besi rangka untuk patung, dan minuman dingin untuk yang kerja. Bagi yang kreatif, untuk ngirit bisa saja nyolong kembang dan rumput di sepanjang jalan ataupun sekitar kawedanan (hehehe… ini lokasi sasaran empuk nampaknya !). Yang pasrah, ya urunan dan bawa dari rumah. Hasilnya, setidaknya ada tiga patung yang fenomenal, pertama : Patung Budha karya I-5 (spesifik : Syamsu Muhajir, kakaknya Adhim Musyafak), Patung Kermit karya IPS-2 (Cak Hery mesem-mesem iki..), terus Patung Abstrak Baca Buku karya A4 (Bahasa) yang terletak di depan Laboratorium IPA.
Apapun itu, aktivitas diatas diakui atau tidak juga ikut serta memberi warna perjalanan panjang SMA Negeri Tumpang, almamater kita tercinta. Ciri khas generasi berikutnya ? Cobalah anda untuk menuliskannya.., tentu dengan versi dan sudut pandang yang berbeda. Menarik bukan ?
0 comments:
Posting Komentar