Rabu, 06 Oktober 2010
Selasa, 05 Oktober 2010
Kementerian Sosial menetapkan almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional. Presiden keempat Republik Indonesia itu ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional tanggal 1 Oktober 2010.
Demikian diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, Senin (4/10), setelah Sidang Paripurna DPRD Jatim di Gedung DPRD Jatim, Surabaya. ”Tanggal 1 Oktober 2010, Abdurrahman Wahid ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. Harapan kami, gelar ini bisa diumumkan tanggal 1 November 2010,” ujarnya.
Keputusan penetapan Abdurrahman Wahid sebagai Pahlawan Nasional secara lisan diterima Kepala Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jatim Mustafa Chamal Basya yang kemudian disampaikan kepada Saifullah. ”Keputusan penetapan gelar pahlawan ini baru kami terima secara lisan,” kata Saifullah.
Harapan masyarakat terhadap penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Abdurrahman Wahid sangat kuat. Setiap akhir pekan, makam mantan presiden yang terkenal pluralis ini dikunjungi sekitar 8.000 orang.
Kini, kompleks makam almarhum Abdurrahman Wahid sedang direnovasi. Disiapkan dana sekitar Rp 180 miliar yang berasal dari APBD Kabupaten Jombang, Pemerintah Provinsi Jatim, dan APBN untuk membangun fasilitas tempat parkir, toilet, pagar, dan infrastruktur jalan menuju makam.
***
sumber:cetak.kompas.com
Senin, 04 Oktober 2010
Dewan Harian Daerah (DHD) Angkatan 1945 Jawa Timur meminta Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh memasukkan kembali Pancasila ke dalam mata pelajaran di sekolah karena nilai-nilai Pancasila sudah mulai dilupakan masyarakat.
"Pancasila harus dilestarikan lewat pendidikan mulai dari SD hingga perguruan tinggi,"kata Ketua Bidang Infokom DHD 45 Jatim Ir Suhardi Djaharuddin di Surabaya, Jumat (1/10/2010).
Suhardi mengemukakan hal itu menanggapi Hari Kesaktian Pancasila yang cenderung dilaksanakan secara seremonial di berbagai daerah. Menurut dia, Pancasila yang sekarang cenderung dipinggirkan itu membuat perilaku pemerintah dan masyarakat akhir-akhir ini semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila.
"Peminggiran Pancasila dalam segala aspek membuat pemerintah dan masyarakat semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persaudaraan, permusyawaratan, dan keadilan," katanya.
Oleh karena itu, ia menilai pengajaran Pancasila merupakan hal yang tak dapat ditawar lagi meski mungkin cara yang dilakukan harus menyesuaikan dengan kondisi sekarang, seperti dengan outbound atau wisata ke lokasi bersejarah.
Mantan Pembantu Rektor III Universitas 45 Surabaya itu menegaskan bahwa pengajaran Pancasila memang akan menarik bila diajarkan dengan pengalaman atau dengan kemasan kekinian.
"Yang penting, bukan justru diserahkan sekolah, tapi harus diwajibkan lagi sebab pelajaran Pancasila sudah semakin mendesak diajarkan lagi, apalagi konflik horizontal sudah terjadi di mana-mana karena unsur kedaerahan lebih menonjol daripada keindonesiaan," katanya.
***
sumber:edukasi.kompas.com
Jumat, 01 Oktober 2010
Kasus SDN RSBI Rawamangun 12 yang tidak mau terbuka kepada orangtua murid terkait transparasi keuangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Block Grant membuat berbagai kalangan menyatakan pendapatnya.
"Ini merupakan masalah klasik, departemen pendidikan tidak pernah meminta transparasi dari seluruh sekolah tiap tahunnya yang dananya tiap tahun terus meningkat," ungkap Director Institute For Civic Education on Indonesia, Irma Hutabarat, Kamis (30/9/2010) saat menghadiri acara dialog budaya dan pelantikan Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia (ILUNI FIB UI).
Irma menambahkan, setiap program yang diadakan di sekolah seperti pengadaan buku dan komputer dijadikan ajang "mesin uang" bagi sekolah yang bersangkutan. "Transparasi keuangan itu merupakan keniscayaan, orang tua murid harus diberlakukan seperti konsumen, dimana hak mereka untuk mengetahui transparasi keuangan," tandas Irma.
"Orangtua bayar iuran sekolah tiap bulannya dia harus diberlakukan sebagai konsumen. Jadi harus memiliki laporan kemana uang itu mengalir, apakah dipakai untuk anak didiknya atau malah dibelanjakan oleh sekolahnya" lanjut Irma.
Irma memaparkan, semua kalangan, baik itu Indonesia Corruption Watch (ICW), komite sekolah, dan Persatuan Orang Tua Murid dan Guru (POMG) harus bekerja sama menangani kaus ini.
Disinggung mengenai Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di Indonesia, Irma mengatakan bahwa pendidikan seyogianya didapatkan dari rumah yaitu lewat orangtua. "Sekolah RSBI itu karena orangtuanya yang malas tidak mau menanamkan ilmu ke anaknya, sehingga memasukkan anaknya sekolah di RSBI," ujar Irma.
"Masuk RSBI itu dengan harapan bisa maju, padahal tidak jaminan, karena semua yang anak tahu biasanya dari orangtua, seperti tentang kejujuran, berani, toleransi. Orientasi sekolah hanya nilai, jadi jangan dijadikan tren sekolah mahal-mahal," ungkap Irma.
***
sumber:edukasi.kompas.com
Labels
Arsip Tulisan
-
►
2012
(29)
- ► Desember 2012 (1)
- ► November 2012 (6)
- ► September 2012 (1)
- ► Maret 2012 (6)
- ► Februari 2012 (12)
- ► Januari 2012 (3)
-
►
2011
(11)
- ► Desember 2011 (1)
- ► November 2011 (2)
- ► April 2011 (1)
- ► Maret 2011 (6)
- ► Januari 2011 (1)
-
▼
2010
(81)
- ▼ Oktober 2010 (4)
- ► September 2010 (11)
- ► April 2010 (24)
- ► Maret 2010 (31)
- ► Februari 2010 (8)
- ► Januari 2010 (2)
-
►
2009
(13)
- ► Agustus 2009 (1)
- ► Maret 2009 (3)
- ► Februari 2009 (1)
- ► Januari 2009 (5)
-
►
2008
(29)
- ► Desember 2008 (2)
- ► November 2008 (1)
- ► Oktober 2008 (2)
- ► September 2008 (2)
- ► April 2008 (2)
- ► Maret 2008 (4)
- ► Februari 2008 (3)
- ► Januari 2008 (9)
-
►
2007
(11)
- ► Desember 2007 (1)
- ► Agustus 2007 (1)
- ► Maret 2007 (1)
- ► Januari 2007 (5)
-
►
2006
(23)
- ► Desember 2006 (3)
- ► November 2006 (7)
- ► Oktober 2006 (4)
- ► Januari 2006 (9)
-
►
2005
(2)
- ► Desember 2005 (2)