Sangat kaget, itu reaksi pertama saat melihat foto diatas muncul di halaman utama Harian Kompas, Kamis, 19 Maret 2009. Kaget, karena foto itu menggambarkan kondisi realistis yang terjadi di salah satu sekolah dasar di wilayah Kabupaten Malang. Tepatnya, ruang kelas V SDN Simojayan 2, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang.
Ironisnya, kondisi sekolah tanpa bangku tersebut – terjadi di 3 ruang kelas SDN tersebut – bukan karena sekolah tidak mampu membeli perabot ataupun sarana sekolah. Tetapi mebel sekolah ditarik oleh perajin mebel yang memasok ke sekolah tersebut, karena rekanan Pemerintah Kabupaten Malang belum membayar perajin mebel terkait dengan proyek pengadaan mebel sekolah tahun 2006.
Sulit membayangkan, ketika dunia pendidikan tingkat dasar di negeri ini didengung-dengungkan sebagai hal yang wajib dan gratis – entah di setiap kampanye pilkada maupun pemilu nasional – ternyata malah pelaksana dunia pendidikan itu sendiri yang “mencuri” hal-hak para murid, yang tentu saja tidak seharusnya menerima perlakuan seperti itu.
Bagaimana mungkin dunia pendidikan bisa beranjak maju, bagaimana mungkin guru dan murid (yang selama ini selalu menjadi kambing hitam kegagalan sistim pendidikan) bisa dengan tenang belajar di sekolah, kalau institusi yang harusnya “melayani” kebutuhan sekolah justeru menutup mata ketika terjadi ketidak beresan? Atau, jangan-jangan ketidak-beresan ini juga bermuara dari institusi itu sendiri?
Sebelum semuanya menjadi terlambat, harus segera ada upaya pembenahan, yang tentunya menjadi tugas kita bersama (sesuai dengan proporsi masing-masing). Kalau tidak, dunia pendidikan kita akan semakin terpuruk!
Ironisnya, kondisi sekolah tanpa bangku tersebut – terjadi di 3 ruang kelas SDN tersebut – bukan karena sekolah tidak mampu membeli perabot ataupun sarana sekolah. Tetapi mebel sekolah ditarik oleh perajin mebel yang memasok ke sekolah tersebut, karena rekanan Pemerintah Kabupaten Malang belum membayar perajin mebel terkait dengan proyek pengadaan mebel sekolah tahun 2006.
Sulit membayangkan, ketika dunia pendidikan tingkat dasar di negeri ini didengung-dengungkan sebagai hal yang wajib dan gratis – entah di setiap kampanye pilkada maupun pemilu nasional – ternyata malah pelaksana dunia pendidikan itu sendiri yang “mencuri” hal-hak para murid, yang tentu saja tidak seharusnya menerima perlakuan seperti itu.
Bagaimana mungkin dunia pendidikan bisa beranjak maju, bagaimana mungkin guru dan murid (yang selama ini selalu menjadi kambing hitam kegagalan sistim pendidikan) bisa dengan tenang belajar di sekolah, kalau institusi yang harusnya “melayani” kebutuhan sekolah justeru menutup mata ketika terjadi ketidak beresan? Atau, jangan-jangan ketidak-beresan ini juga bermuara dari institusi itu sendiri?
Sebelum semuanya menjadi terlambat, harus segera ada upaya pembenahan, yang tentunya menjadi tugas kita bersama (sesuai dengan proporsi masing-masing). Kalau tidak, dunia pendidikan kita akan semakin terpuruk!
2 comments:
Uang,golongan,kekuasaan
mngkin inilh politik negara kita. hanya uang yang ada..ingin mmperthankan hbitatnya.menyejahterahkan koloni..buat sja ngara sendiri, orangmu sngat cukup mnjadi warga begara..BHINEKA tinggal semboyan..itu masih bgus msh ada persatuan walaupun tidak ada kesehjateraan, dr pada sekarang sejahtera tidak, persatuan tidak..Generasi pnerus, rakyat hnya jadi slogan
maaf agk kasar he.he..he
saya selaku pendidik sangat merasa direndahkan oleh adanya kasus ini semoga yg berwenang dibuka pintu hatinya, mereka juga punya anak yg masih sekolah bagaimana jika terjadi pada sekolah anaknya
Posting Komentar