Rabu, 28 November 2012


Nyawa pelajar melayang sia-sia, lagi dan lagi. Persis mengalami pengulangan yang sama. Aksi anarkis ala pelajar menambah catatan kelam di dunia pendidikan. Banyak jurus telah coba dilakukan, sebanyak itu pula aksi tawuran masih tetap eksis berlangsung. Entah karena jurusnya kurang jitu atau semua ini dianggap angin lalu. Pastinya, kita kembali dipaksa menghitung angka korban yang terus bertambah akibat tawuran pelajar. 



Sekolah seakan kehilangan wibawa. Pelajar adu jotos di jam efektif belajar, kita mau bilang apa. Kebetulan, di luar kendali, tak sengaja, atau kata apa yang bisa gambarkan lemahnya sistem kontrol sekolah. Sekolah, antara ada dan tiada. 




Tony Buzan, penemu metode pemetaan pikiran (mind mapping), pernah menyatakan satu hal menarik, “Dalam bentuk pendidikan yang baru, penekanan pendidikan harus dibalik. Jika tadinya berbagai fakta di luar diri seseorang yang lebih dahulu diajarkan, kini kita harus terlebih dahulu mengajarkan berbagai fakta tentang dirinya—fakta tentang cara manusia belajar, berpikir, mengingat, mencipta, dan menyelesaikan masalah”. Jika puspa ragam ilmu diajarkan di sekolah, mengapa masih ada saja pelajar yang tega menghabisi pelajar lainnya? 




Belajar matematika dan belajar tentang matematika, coba cermati maknanya, beda atau sama? Belajar akhlak pasti hasilnya lebih berdampak bagi pelajar ketimbang belajar tentang akhlak. Kesadaran berperilaku baik dalam keseharian, hasil dari belajar akhlak. Belajar matematika berarti pelajar akan menginternalisasi makna kejujuran, konsistensi, cara berpikir sistematis, buah dari hasil belajar bermatematika. Belajar tentang matematika, ya pelajar paling hanya tahu bilangan, aljabar, trigonometri, dan seabrek teori matematika lainnya. 




"Belajar tentang", bicara soal teori saja. Pelajar hanya sekadar tahu tapi tak paham ilmu. Ilmu yang dimilikinya tak bermakna. Cirinya, ilmu itu tak bermanfaat bagi si pemilik ilmu. Bahkan, membuat si pemilik ilmu tak mengenali dirinya. Inilah tanda sekolah tak mampu ajarkan nilai-nilai kehidupan. Di satu sisi menimba ilmu tentang teori menyelesaikan konflik, misalnya, di sisi lain perilaku destruktif tetap jadi gaya hidup keseharian. Dengan kata lain, teori pelajaran tak bersifat kontekstual dengan kehidupan nyata. Semakin banyak teorinya, semakin pusing kepala para pelajar kita. “Ah teori saja, cape deh”, mungkin itu yang tergurat di benak para pelajar kita.




Menjaga kewibawaan sekolah




Roald Dahl, penulis cerpen dan buku anak asal Inggris, lewat buku autobiografinya, "Boy: Tales of Childhood" (1984), menggambarkan kehidupan sekolahnya semasa tinggal di Wales dan Inggris. Dia pernah menulis, “Aku terkejut dengan kenyataan bahwa para pengawas asrama sekolah dan murid-murid senior sungguh-sungguh diizinkan untuk melukai murid-murid lain, dan terkadang dengan sangat parah. Aku tak bisa melupakannya. Tak pernah bisa melupakannya”. Sungguh terlalu.




Bicara soal tawuran pelajar, sekolah menjadi pihak yang paling tergugat. Kata maaf dari pihak sekolah dirasa tak cukup jika mencermati kasus tawuran yang terus berulang. Apalagi untuk mengembalikan nyawa murid yang melayang. Sudah pasti impossible. Kasus yang berulang, tanda kita tak pernah belajar dari pengalaman masa lampau. Dalam hal ini, keseriusan sekolah layak dipertanyakan. Kita tentu tak berharap apa yang dialami Roald Dahl terjadi pada sebagian pelajar kita.




Ada beberapa alternatif solusi yang bisa diupayakan untuk pecahkan kasus tawuran pelajar. Dari mulai sanksi tegas bagi sekolah yang pelajarnya sering tawuran, opsi melakukan drop out pada siswa yang terlibat tawuran, sampai menutup sekolah yang pelajarnya sering tawuran. Mana yang lebih efektif dilakukan? Kita masih belum tahu jawabannya. Karena semua masih didiskusikan. Lantas menguap tak ada hasil kajiannya. Ketika tawuran terjadi lagi, kita baru tergagap bersiap berdiskusi lagi. Sayangnya, kajian yang dulu dilakukan tak digunakan sebagai rekomendasi untuk menyelesaikan persoalan tawuran pelajar.




Kewibawaan sekolah menjadi faktor penting yang bisa menjadi solusi untuk mengurangi bahkan menihilkan kasus tawuran pelajar. Langkah strategis yang mesti dilakukan agar kewibawaan sekolah tetap terjaga.




Pertama, sekolah mesti punya program kreatif yang bisa menumbuhkembangkan rasa persahabatan dan solidaritas di antara siswa. Ragam kegiatan ekstrakurikuler (olahraga, seni, bela diri, dsb) bisa menjadi opsi terbaik untuk diupayakan. Kegiatan ekstrakurikuler sangat penting untuk mengasah domain afektif dan psikomotorik pelajar. Hal ini penting agar pelajar menjadi sosok manusia yang terberdayakan semua potensinya secara utuh. Tak melulu dijejali teori pelajaran saja. 


Kedua, guru mesti dikuatkan fungsinya sebagai pendidik, bukan sekadar sebagai penjual ilmu pengetahuan saja. Sebuah studi empiris menunjukkan fakta bahwa kualitas hubungan guru dan siswa semenjak masuk SMP dan jenjang sekolah yang lebih tinggi semakin berkurang (Freeman, Anderman, & Jensen, 2007). 



Guru tak pernah tahu persoalan apa yang mendera siswa. Kalau pun tahu, mungkin hanya sekadar tahu saja. Tak ada upaya untuk mengambil peran sebagai sahabat yang mau mendengarkan masalah mereka. Selanjutnya, mengupayakan pemecahan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. 




Ketiga, forum komunikasi kepala sekolah atau guru yang melibatkan beberapa sekolah di suatu wilayah mesti mengagendakan pembahasan khusus terkait soal ini. Forum ini menjadi ajang saling tukar informasi dan menetapkan langkah strategis agar kasus tawuran pelajar bisa diredam. 




Jangan sampai pelajar lebih solid menggelar forum, lebih kreatif mendisain program untuk melestarikan budaya tawuran. Jangan sampai senior di sekolah lebih berwibawa ketimbang guru. Kalau terjadi, ini namanya murid "mengencingi" guru. 




Keempat, orang tua dan guru mesti mengintrospeksi diri apakah sudah bisa menjadi teladan buat putra-putri mereka. Jika mereka mampu memberikan teladan di rumah dan sekolah, logikanya lebih mudah bagi orang tua dan guru untuk mendidik anak-anak mereka. 




Yang penulis khawatirkan, tawuran pelajar terinspirasi oleh lakon kekerasan di gedung dewan yang terhormat, tawuran antar kampung, adu jotos politisi demi sesuap nasi, perilaku culas orang dewasa yang meracuni cara berpikir dan bersikap para pelajar. Kalau sudah begini, lebih mudah bagi kita menjawab pertanyaan kapan tawuran pelajar akan berakhir. Saat itu akan datang ketika orang dewasa mulai mau belajar memperbaiki diri dan menjadi teladan bagi anak-anak mereka. Ayo segera berubah, lebih cepat lebih baik. Tunggu apa lagi?


Asep Sapa'at
Teacher Trainer di Divisi Pendidikan Dompet Dhuafa 
***


kotak 
bawah

Jumat, 23 November 2012


Indonesia memiliki 746 bahasa lokal yang kemudian digunakan sebagai sarana komunikasi di daerah. Bahasa lokal itu menjadi identitas budaya lokal sekaligus bangsa Indonesia. Dengan berkonsep Bhineka Tunggal Eka, beragam tetapi untuk satu, bahasa lokal pun mampu mencerminkan cara pikir dan pandang masyarakat Indonesia.

Kepala Bidang Pengkajian Bahasa dan Sastra Indonesia, Badan Pengembangan & Pembinaan Bahasa, Kemdikbud, Mu'jizah mengatakan, semakin banyak anak Indonesia memiliki kemampuan berbahasa lokal, semakin unggul pula kecerdasannya.

"Perbedaan paling mencolok adalah soal pergaulan. Dalam kondisi tertentu, anak yang memiliki kemampuan bahasa lokal, ia semakin mudah bergaul dengan komunitasnya. Misal ketika anak pulang ke kampung halaman orangtuanya, ia mudah masuk ke dalam dan berkomunikasi. Bertukar pikiran," ujarnya dalam seminar Festival Taman Bacaan Masyarakat di Kemdikbu, Jakarta, Kamis (1/11/2012).

Mu'jizah juga menambahkan, selain mampu berkomunikasi dengan sesama warga lokal, anak yang memiliki kemampuan bahasa berikut aksara daerahnya akan lebih unggul dalam menerima khazanah bahasa.

"Wawasan dan pengetahuan anak pasti lebih unggul dibandingkan dengan anak yang kemampuan bahasanya terbatas. Mereka bisa belajar banyak khazanah budaya dan bangsa, dari cerita, bahan industri kreatif, maupun seni pertunjukan yang difahaminya. Kekuatan lokal itu menunjang kecerdasan berfikir anak," katanya lagi.

Namun, Mu'jizah berpendapat, kekayaan bahasa yang dimiliki, bukan dalam rangka mengedepankan ego. Justru kebhinekaan tersebut menjadi mozaik yang memperindah bahasa Indonesia. Keberagamanan tersebut tetap dalam kekerabatan Bahasa Indonesia.

Membahas soal peran perempuan dalam literasi lokal dalam konteks bahasa ibu, Mujizah menyampaikan perempuan juga memiliki peran mengembangkan bahasa di ranah domestik (rumah) sebagai ibu, perempuan dapat mengasah dengan nyanyian daerah, atau permainan teka teki berbahasa lokal, mengasihi perkembangan anak secara terus menerus. Mengasuh pembentukan karakter anak menjadi anak yang baik dan berguna.

"Selain ibu dan orangtua, peran Taman Bacaan Masyarakat di daerah menjadi kekuatan besar yang bisa mengangkat itu. Tadi Wamendikbud, Musliar Kasim, mengatakan berbahasa lokal bersama-sama dapat menjadikan identitas lokal. Meski demikian, momentum 28 Oktober juga merupakan gagasan besar, untuk menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia," ujarnya lagi.

Di badan bahasa, sebut Mu'jizah ada semacam pemetaan bahasa lokal, misal di suatu daerah dipelajari satu bahasa lokal yang direkam, ditelaah dialeknya, lalu dituliskan kosakata bahasanya hingga menambah satu lagi kekayaan bahasa, dan setelah itu dibukukan, dan diajarkan kembali kepada anak-anak.

"Jadi dalam ilmu linguistik, bahasa yang pertama kali diperkenalkan kepada anak, itu yang disebut bahasa ibu. Bahasa ini selain menjadi kekayaan nasional, dapat menjadi identitas dan sarana komunikasi di daerah yang tidak kalah penting dari bahasa asing lainnya," tambahnya lagi.


***



kotak 
bawah

Minggu, 18 November 2012


Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencari sosok kepala sekolah (kepsek) SMA/SMK yang berwawasan lingkungan hidup pada tahun ini. Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Surya Dharma menyatakan, kementerian sedang memilih nama-nama kepala sekolah yang memiliki wawasan dan berperilaku ramah terhadap lingkungan serta siap bertanggung jawab dalam mentransfer wawasan tersebut.

"Ini semacam lomba dari Mendikbud yang pelaksanaannya sudah masuk tahun ketiga. Kami mencari sosok Kepsek yang dapat mempraktikkan kehidupan ramah lingkungan di sekolah dan sekitarnya, juga punya wawasan lingkungan yang luas dan harus mempunyai inovasi dalam gerakan cinta lingkungannya," ujar Surya saat ditemui di acara peluncuran Sekolah Sobat Bumi PT. Pertamina di Jakarta, Kamis (18/10/2012) sore kepada Kompas.com.

Dalam program tersebut, Surya menjelaskan ada tiga bidang yang termasuk dalam program peningkatan mutu kepala sekolah, yaitu bidang ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Melalui KTSP dalam konteks lingkungan hidup, pemerintah ingin dalam hal ini, pendidikan karakter pendidik dapat terbentuk melalui kegiatan tersebut.

"Kalau kita angkat tema besarnya, pendidikan ini saat ini sedang dalam mengembangkan pendidikan karakter. Salah satu bagiannya adalah cinta terhadap lingkungan. Kita mencoba fokus bagaimana memilih pemimpin sekolah yang sungguh cinta terhadap lingkungan," katanya lagi.

Dari kepala sekolah yang nantinya terpilih, dia mengharapkan akan ada pemimpin sekolah yang membawa perubahan pembenahan alam, sehingga tercipta sekolah yang bersih, asri, dan banyak tanaman hijau, atau sekolah green school semakin banyak.

"Oke, dalam memilih kepala sekolah berwawasan lingkungan ini, kita sudah meminta dinas pendidikan provinsi untuk menggelar pemilihan di 33 provinsi, kemudian diknas merekomendasikan satu nama kepsek terbaik, yang jika sudah memenuhi syarat, akan kami undang ke Jakarta untuk dipilih secara nasional," terangnya.

Selanjutnya, nama-nama kepsek tersebut akan mengikuti tahapan verifikasi dan kompetensi di bidang lingkungan hidup. Panitia akan mendatangi sekolah asal dan melakukan verifikasi. Jika terbukti berkualitas, maka kepsek tersebut berhak mengikuti ajang lomba di tingkat nasional. Penganugerahan kepsek berwawasan lingkungan akan diberikan pada hari guru nasional, yaitu 25 November 2012.


***

sumber: kompas.com


kotak 
bawah

Selasa, 13 November 2012


Tenaga pendidik tentunya juga butuh mengembangkan ilmu agar pengetahuan yang disampaikan kepada peserta didiknya tidak terbatas. Kali ini, Kantor Pendidikan dan Kebudayaan Amerika Serikat membuka peluang beasiswa bagi para guru sekolah menengah dari Indonesia melalui program International Leaders in Education Program (ILEP).

Program ini akan dimulai dengan pengajaran di kelas dan pelatihan intensif mengenai metodologi pengajaran, penyusunan silabus, strategi pengajaran, sikap kepemimpinan serta kemampuan teknologi. Setelah kegiatan ini, para peserta ILEP juga akan diwajibkan magang di sekolah menengah yang ada untuk berhubungan secara aktif dengan guru dan murid di Amerika.

Peserta yang berhak untuk program ini adalah guru sekolah menengah yang merupakan guru tetap dengan spesifikasi mata pelajaran Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Matematika dengan pengalaman mengajar sekitar lima tahun atau lebih. Para guru ini juga harus tercatat sebagai warga negara Indonesia dan memiliki sertifikasi bahasa berupa ITP TOEFL dengan skor minimum 500 atau IELTS dengan skor minimum 5.0 atau IBT TOEFL dengan skor minimum 60/61.

Selanjutnya, para guru ini juga harus melengkapi formulir pendaftaran yang dapat diunduh di sini. Bersama dengan formulir pendaftaran tersebut, ikut dilampirkan juga curriculum vitae, selembarStatement of Purpose, surat rekomendasi serta fotokopi identitas diri. Penyelenggara tidak menerima aplikasi yang dikirimkan secara online. Oleh karena itu, kirimkan aplikasi ke AMINEF OFFICE, CIMB NIAGA Plaza, 3rd Floor, Jalan Jenderal Sudirman Kav 25, Jakarta, 12920 sebelum 15 April 2013.

Dari program ini, para peserta akan dibiayai penuh selama pendidikan dan mendapat buku serta alat elektronik berupa laptop. Akomodasi dan asuransi kesehatan juga ditanggung oleh The International Research & Exchanges Board (IREX) sebagai penyelenggara program ini. Jika butuh informasi lebih lanjut dapat melayangkan e-mail ke alamat infofulbright_ind@aminef.or.id

***

sumber: Kompas.Com

kotak 
bawah

Kamis, 08 November 2012


Anda berprofesi sebagai guru dan suka nge-blog? Atau punya kenalan seorang guru yang suka nge-blog? Jangan ragu untuk merekomendasikan diri atau kenalan Anda yang berprofesi sebagai guru ke Kompasiana. Terkait acara Kompasianival 2012,  Kompasiana akan memberikan penghargaan kepada guru yang suka nge-blog dan aktif di media sosial.

Mulai tahun ini dan seterusnya, Kompasiana akan memberikan penghargaan “Guru Paling Ngeblog” kepada guru yang aktif dalam memanfaatkan sarana blog dan media sosial untuk menunjang tugasnya sebagai seorang guru. Calon “Guru Paling Ngeblog” ini direkomendasikan oleh diri sendiri maupun pengguna internet lainnya dengan menyertakan data diri lengkap dan bukti nyata bahwa orang yang direkomendasikan adalah benar seorang guru, baik itu guru honorer maupun guru tetap di sekolah swasta atau negeri.

Namun, guru yang direkomendasikan harus memiliki akun di Kompasiana.com dan memberikan alasan kenapa guru yang dinominasikan layak menjadi “Guru Paling Ngeblog”. Penghargaan “Guru Paling Ngeblog” dipilih berdasarkan kualitas dan kuantitas konten di blog serta dampaknya terhadap proses mengajar yang dilakukan. Interaksi calon di media sosial lainnya juga menjadi pertimbangan dalam mengukur efektifitas konten yang dibuat di blog.

Untuk lebih jelasnya, Anda bisa baca syarat dan ketentuan serta mekanisme “Guru Paling Ngeblog" di laman Kompasianival 2012. Penyelenggaraan Kompasianival 2012 sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 17 November 2012 di Skeeno Hall, Gandaria City, Jakarta. Sedangkan untuk hadir dalam acara Kompasianival 2012, Anda cukup mendaftarkan diri di laman registrasi Kompasianival 2012.

Tertarik? Segera rekomendasikan diri sendiri atau kenalan Anda yang berprofesi sebagai seorang guru untuk menjadi “Guru Paling Ngeblog” di Kompasiana.



***
sumber: kompas.com

kotak 
bawah

Sabtu, 03 November 2012


Tren bahasa alay terus merebak. Tak hanya di kalangan anak muda, tetapi juga di antara orang dewasa. Bahasa pergaulan yang mulai populer tahun 2009 ini pun masih sajangetren sampai saat ini dalam berbagai variasi. Bahasa ini makin masif karena media massa memopulerkannya lewat iklan dan tayangan-tayangan.

Menanggapi fenomena ini, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Mahsun, tak ambil pusing. Bahasa gaul anak muda ini tidak dinilainya sebagai suatu permasalahan yang besar.

"Tidak apa-apa, biarkan saja!" katanya kepada Kompas.com sambil tertawa di Jakarta, Kamis lalu.

Bahasa alay, lanjutnya, tak akan bertahan lama. Menurut Mahsun, tren ini hanya akan berkembang dalam rentang waktu terbatas saja dan tidak akan berefek buruk jika anak dan remaja tahu tentang posisi bahasa alay yang sebenarnya.

"Biarlah untuk sesaat dan hanya untuk kepentingan pergaulan anak muda. Selama kita dapat menumbuhkan kesadaran bahwa bahasa alay juga merupakan bagian dari varian bahasa kita, mereka pun tahu caranya berbahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai tempatnya," terang Mahsun dengan santai.

Menurutnya, sehebat apa pun bahasa di dunia pasti memiliki keberagaman, baik itu jenis, idiom, maupun tata bahasanya. Bahkan, setiap bahasa akan terus mengalami perkembangan dan perubahan. Hanya, para ahli bersepakat untuk memiliki satu standar bahasa yang nantinya dapat digunakan oleh suatu masyarakat tertentu. Dengan demikian, bahasa tersebut menjadi satu bahasa yang dimengerti banyak orang sehingga pesan satu sama lain dapat tersampaikan.

"Jadi, tidak bisa dihindari hal seperti itu. Tinggal kita tahu menempatkan posisi berkomunikasi seperti apa? Menjaga supaya tidak seenaknya berbahasa, juga menjaga pertumbuhan bahasa biar tidak liar," ujarnya lagi.

Mahsun menambahkan, masyarakat dan medialah yang justru memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam menjaga standar bahasa yang sudah dimiliki. Masyarakat dapat membantu pemeliharaan bahasa dengan memeragakan penggunaan bahasa yang baik dan benar. Media pun dapat menjaga sajian bahasa lisan maupun tulisannya dengan benar.


***
sumber: kompas.com


kotak 
bawah

Labels

Alumni (21) Amerika Serikat (1) Angkatan 1995 (1) Anti Korupsi (1) Arab Saudi (1) Arema Malang (1) Artikel (8) ASEAN (1) ay kusnadi (1) Ayusta (1) Bahasa (2) Balitjestro 2008 (1) Bandung (1) Bank Mandiri (1) Bantuan Operasional Sekolah (1) barongan (1) Basketball (1) bca (1) Beasiswa (19) Berita (3) berita duka (1) BHMN (1) Bimbel (1) Biodiversity (1) Bisnis (1) bisnis online (1) Blog (5) bondan winarno (1) BOS (3) Buku (1) Buku Paket (1) Bulan Bahasa (1) Bullying (1) Bursa Kerja (1) Candi Kidal (1) Class Meeting (1) Dee (1) dollar gratis (1) Dumpul (1) dunia maya (1) Ekstrakurikuler (5) Facebook (2) Fair Play (1) Fisika (1) Friendster (1) Futsal (1) gado gado (1) Global Warming (1) Google (1) Gunung Tabor (1) Guru (10) Gus Dur (1) HUT ke-30 (1) IKAPALA (1) imam gozali (1) Inggris (1) Inspirasi (1) Internet (1) IPB (1) Iptek (3) Istana Negara (2) ITB (1) Jabodetabek (1) Jambi (1) Jawa Timur (4) Jepang (1) jerman (3) Jeru (1) Jilu (1) Jombang (1) Jusuf Kalla (1) Kabupaten Malang (4) kampus (1) karir.com (1) Kegiatan (1) Kelas A4 (1) Kelas XII (1) Kemendikbud (3) Kemendiknas (1) Kemneterian Pendidikan dan Kebudayaan (1) Kepala Sekolah (1) Kesehatan (3) KH. Abdurrahman Wahid (1) Kiat Jitu (1) Komik (1) Komunitas (1) kosmetika (1) Kota Batu (1) Kota Malang (5) Kuliah (1) kuliner (1) kusti (2) launching (1) Lingkungan (1) LIPI (1) Lowongan (1) Lulusan 2008 (1) M. Nuh (1) Mahasiswa (2) Mahasiswa Baru (2) Mahkamah Konstitusi (1) maknyus (1) Malang (3) Malang Raya (1) Malangsuko (1) Malaysia (1) Matematika (1) Mendiknas (1) Mendit (1) Menkominfo (1) Menulis (2) Menulis Ilmiah (1) Minat Baca (1) Motto Kelas (1) nDangdut (1) Nostalgia (2) Otonomi Daerah (1) Pahlawan Nasional (1) pak temun (1) Pancasila (1) panggung terbuka (1) Pelajar (1) Pelajaran (1) Pemerintah (1) Pendidikan (11) Pendidikan Nasional (6) Penelitian Ilmiah Remaja (2) Perbankan (1) Perguruan Tinggi (3) Perguruan Tinggi Swasta (2) Permen Karet (1) Pertamina (2) Pilkada (1) PMP (1) PMR (1) Pornografi (1) pramuka (2) Precet (1) Profil (2) PTN (3) PTS (1) Redaksi (1) remaja (2) reuni (5) Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (3) Riset (1) RSBI (4) Rujak Cingur (1) S-1 (1) S1 (1) S2 (1) S3 (1) Sains (1) Sarjana (1) SBI (1) SD (5) Sejarah (3) Sekolah Hijau (1) Sepakbola (2) sepeda (1) Situs (1) SMA (17) SMA Kebon Tebu (1) SMAN 1 Malang (1) sman tumpang (3) SMANETA (10) Smansa (1) SMK (1) SMKN Turen (1) SMP (4) SNMPTN (2) SNMPTN Online (1) soeharto (1) STT Telkom (1) sugeng hadiono (1) Sukoanyar (1) Surabaya (1) Tahun 2013 (1) Tahun Baru (1) Taiwan (1) Tawuran (1) teknologi (3) Tes Online (1) Tips (5) Tomik HS (1) Trik (1) Try Out Online (1) Tulus Ayu (1) Tumpang (2) UAN (2) UASBN (1) UGM (2) UI (1) Ujian (2) Ujian Akhir Nasional (1) Ujian Nasional (5) Ujian Nasional 2010 (1) Ujian Nasional 2011 (1) Ujian Nasional 2012 (1) UM (1) UMB (1) UN (7) UN 2010 (5) UN 2012 (1) Universitas (1) Universitas Brawijaya (1) Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (1) Universitas Paramadina (1) UNS Solo (1) Virus (1) wafat (1) Wakil Gubernur (1) website (2) Wendit Water park (1) Wisata (2) wisnuwardhana-narasinghamurti (1) www.smantumpang.com (1)
Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!